Selasa, 18 November 2014

Majalah FPMHD-Unud 2014

Jumat, 12 September 2014

Open Recruitment Fungsionaris FPMHD-Unud

Om Swastyastu ..
Berikut Open Recruitment Fungsionaris FPMHD-Unud periode 2014-2015
Bidang-bidang yg diperlukan:
1. Bidang Bina Dharma
2. Bidang Bina Warga
3. Bidang Umum
4. Bidang Usaha dan Dana
5. Bidang Advokasi
6. Bidang Hubungan Informasi dan Jurnalistik
Ngiring ngayah ring forum!
Satyam Eva Jayate!! 


DOWNLOAD FORMULIR PENDAFTARAN DISINI!!!


Jumat, 01 Agustus 2014

Sloka dalam beberapa kitab suci

Upanishad – Mundaka Upanishad: Mundaka 1.2.8-9
अविदयायमअंतरे वर्तमानः स्वयं धीरः पंडितम मन्यमानः | जन्घंयामानानः परियन्ति मुधा अन्धेनैव नीयमाना यथान्धाः ||

avidyayam antare vartamanah svayam dhirah… panditam manyamanaḥ | janghanyamanah pariyanti mudhah… andhenaiva niyamana yathandhah

artinya:
“ketika kebodohan tinggal dalam kegelapan, bijaksana dalam kesombongan mereka sendiri, dan kesombongan dengan pengetahuan yang sia-sia berputar-putar sempoyongan ke sana kemari, seperti orang buta yang dipimpin oleh orang buta”

========================================================================
Udyogaparwa 38. 73-74
Akrodhena jayet krodham, asadhum sadhuna jayet,
jayet kadaryam danena, jayet satyena canrtam

Artinya :
Taklukkanlah kemarahan orang lain tanpa kemarahan, taklukkanlah penjahat dengan kebaikan,
taklukkanlah orang yang kikir dengan sifat saling memberi, taklukkanlah kebohongan dengan kebenaran

=========================================================================
Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
(Nitisastra, Sargah V. bait 3).

Artinya : Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,
karena berbicara engkau mendapat kematian, karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan, dan karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.
 

Minggu, 06 Juli 2014

Diklat Manajemen Organisasi

Om Swastyastu,
Info nggih untuk adik-adik semeton FPMHD-Unud yang ingin mengenal forum lebih dekat, Ngiring sarengin nggih kegiatan Diklat Manajemen Organisasi (DMO) yang dilaksanakan pada 19 - 20 Juli 2014.
Bagi adik-adik semeton yang ingin mendaftar, silahkan datang langsung ke sekretariat Forum Jl. SMA 3 No. 7A Denpasar dan hanya dengan mengisi formulir pendaftaran nggih dari tanggal 7 - 12 Juli 2014.
Free pendaftaran, sertifikat dan konsumsi selama kegiatan 
Ngiring tingkatkan wawasan kepemimpinan serta kenali forum lebih dekat
Info lebih lanjut hubungi contact person tersebut :D
Satyam eva jayate
Om Santih Santih Santih Om

Minggu, 29 Juni 2014

Video Ucapan Selamat HUT FPMHD Universitas Udayana XXII

Jumat, 27 Juni 2014

“Sastra Nawa Natya”- 9 Syarat Pemimpin !


Sastra Nawa natya merupakan salah satu Naskah Jawa Kuno dimana didalamnya menyebutkan tentang tata cara memilih pemimpin yang berintegritas pada rakyat. Dalam ajaran Hindu pemimpin disebut Raaja. Raaja dalam ajaran Nitisastra artinya dia yang telah membahagiakan rakyat. Raaja itu bukan Raja yang artinya pengumbar nafsu. Dalam era demokrasi yang Raaja adalah rakyat pemilih Raaja untuk memilih pemimpin yang dapat mengurus kepentingan masyarakat luas dan ibarat seperti memilih bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman kehidupan. Dalam Lontar Nawa Natya disebutkan, bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah, bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh hama penyakit, hijau daunnya, dan tidak mudah layu. Dalam memilih pemimpin hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga tersebut. Dalam naskah Nawa Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih sebagai pemimpin yang disebut Nawa Natya yaitu:
Pradnya Widagda artinya, bijaksana dan menguasai serta mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang berilmu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainya ke dalam otaknya. Apalagi, ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan kebingungan. Orang yang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu belum juga cukup hanya menjadi alat untuk memeperkuat diri. Ilmu harus mampu diekspresikan hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang demikian itulah yang disebut Pradnya Widadga.
Parama Artha artinya, orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama artinya, utama atau mulia dan Artha artinya, tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah, orang yang dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti pada Tuhan dan pengabdianya pada sesama inilah akan membuat mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan. Inilah cita-cita mulia seperti kehidupan Panca Pandawa.
Wira Sarwa Yudha artinya, pemberani dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kehidupan tertib sipil, sikap Wira Sarwa Yudha itu tidak takut menghadapi masalah yang terjadi dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari persoalan yang dihadapi dalam pekerjaanya. Setiap persoalan yang timbul hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat Yadnya. Artinya, melakukan sesuatu yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab, yang terbaik adalah sesuatu yang berdasarkan kebenaran, berjalan di jalan kebenaran dan menuju kebenaran.
Dirotsaha artinya, teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata Dira artinya teguh atau tekun dan Utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan terlebih di zaman Kali dewasa ini tentunya banyak persoalan-persoalan yang tidak begitu gampang menuntaskanya. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam berupaya mencari solusi. Keteguhan dan ketekunan ini bukanlah suatu keangkuhan. Keteguhan dan ketekunan didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan di sertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memeberikan petunjuk pada mereka yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran serta rajin menampung aspirasi rakyat.
Pragi Wakya artinya, pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menyampaikan buah pikiranya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain. Kalau tidak memiliki kemampuan Pragi Wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi Wakya akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
Sama Upaya artinya, taat pada janji. Janji itu adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh sembarang berjanji. Setiap janji harus dianalisa secara mendalam bahwa janji itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha artinya, orang yang tidak memiliki pamerih pribadi yang sempit. Orang tidak akan terjebak pada pamerih yang sempit apabila keyakinanya sangat mendalam tentang kebenaran ajaran Karma Phala. Sebab, hanya perbuatan yang baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang baik sesuai dengan Swadharma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra artinya, tahu mengatasi kerusuhan. Mirip dengan ilmu manajemen krisis dewasa ini. Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara merupakan ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan juga sudah memiliki berbagai upaya untuk mencegahnya, jadi jika sampai kerusuhan itu muncul, pemimpin sudah punya konsep untuk mengatasinya.
Wiweka artinya, kemampuan menganalisa untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Selain itu, mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dan sebagainya. Hal ini, tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja. Sikap itu harus dilakukan melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat, di samping harus ada bakat.

Sumber: Bali Post, Carang Sari-Warta Hindu Dharma Berwawasan Global

Kepemimpinan dimata “Hindu”


Ke-pemimpin-an, sepatah kata sederhana yang banyak ditemui pada berbagai lapisan masyarakat. Apa itu kepemimpian ? Kepemimpinan lebih menitkberatkan kepada kemampuan seseorang dalam mengkoordinir suatu kelompok orang untuk mencapai sutu tujuan tertentu. Arti kata yang sangat sederhana dan jika lebih menjelaskan mengenai subyek yang berperan untuk hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan menghilangkan imbuhan ke-an pada kepemimpinan kemudian menambahkan awaln pe – dan terwujudlah kata “PEMIMPIN”. Semudah itukah ??
Kepemimpinan dalam Hindu juga juga bukan merupakan hal yang baru. Kunci pokok Kepemimpinan adalah mampu menjalankan swadharmanya sebagai sesorang yang di percayai menjadi pemimpin. Agama Hindu yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya memiliki banyak konsep tentang bagaima menjalankan hidup yang baik termasuk bagaimana cara seorang pemimpin menjalankan kewajiban dalam kepemimpinannya. Konsep kepemimpinan itu banyak tertulis di weda, lontar-lontar termasuk kekawin Ramayana.
Ajaran kepemimpinan dalam kekawin Ramayana secara sederhana dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang melakoni kisah tersebut. Sebagai contoh adalah Prabu Dasaratha yang merupakan wujud dari ajaran pengendalian diri yaitu pemimpin harus dapat mengendalikan sepuluh indrianya. Dengan mengendalikan sepuluh indria itu maka baik pikiran, perkataan, maupun perkataan dapat terarah dan saling bersinergi. Sri Rama putra pertama dari prabu sang Dasaratha di wujudkan sebagai Dharma. Rama yang di gambarkan sebagai sosok cerdas, cekatan, dan penuh pengabdian merupakan sosok yang ideal dalam melaksanakan Dharma dengan segala kebjaksanaannya. kemudian Kama yang diwujudkan sebagai Laksmana yang menyatakan bahwa cerdas dan cekatan saja tidak cukup untuk mendukung Dharma, tetapi ada pula Bhakti, cinta kasih dan kesetiaan. Bhakti adalah artha yang paling mulia yang harus dimiliki oleh abdi Dharma dan diwujudkan sebagai Bharata. Hal lain yang tidak boleh dilupakan oleh pemimpin yang ideal adalah keperwiraan atau semangat juang yang tinggi. Tanpa keperwiraan pemimpin itu tidak akan berbagai bentuk tantangan. Karena, keberhasilan pemimpin semata-mata ditentukan oleh kemampuan menghadapi dan mengatasi masalah. Hal tersebut terwujud pada Satrughna. Orang yang mampu dan berhasil mengatasi tantangan, terutama sifat-sifat jahat dalam diinya adalah orang yang berhasil mencapai moksa atau kebahagiaan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah Dewi Sita yang merupakan putri Bhumi, lambang artha/materi, yaitu kemakmuran, keindahan dan gairah hidup. Sita dapat dipersunting hanya melalui perjuangan atas dasar Dharma dan untuk menegakkan dharma. Untuk itu perlu bantuan Hanoman : prana ‘nafas hidup yang suci’. Sugriwa : wiweka ‘kemampuan menimbang’ dan Wibisana ; niti ‘ kecerdasan’.
Selain itu, beberapa petikan sloka berikut dapat menjadi dasar sifat pemimpin yang diharapkan menurut Hindu :
Kadi megha manghudanaken,
padanira yar wehaken ikang dana
dinanda krepana ye wineh
nguni-nguni dang hyang dang acarya
(kekawin Ramayana I:5)
Artinya :
Bagaikan mendung menjatuhkan hujan, denikian persamaan sang pemimpin ketika melimpahkan anugerah dana kepada orang miskin, orang yang sakit, orang yang jompo, terlebih-lebih kepada orang suci, dan pada guru.

Mang satya ta sira ta sira mojar
ring anakibi towi tar mresawada
nguni-nguni yan ri prajana,
priyahita sojar niratisaya
(Kekawin Ramayana I:6)
Artinya :
Dan sang pemimpin ialah satya wacana, tidak berkata Bohong kepada perempuan, terlebih-lebih kepada rakyat, tutur kata beliau selalu menyejukkan hati masyarakat

Kepemimpinan dalam Hindu lebih mengideologikan Dharma. Dharma yang menjadi poros kepemimpinan Hindu dapat digambarkan ssebagai berikut : Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya, kemakmuran dan keindahan adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki karakter mulia yang didasarkan atas Dharma serta menjunjung tinggi rakyatnya maka niscaya asetiap pemimpin akan dapat menjalankan swadharmanya untuk mencapai kebahagiaan baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.


*) diolah dari berbagai sumber

Senin, 23 Juni 2014

Baksos FPMHD-Unud

Dalam menyambut ulang tahun FPMHD-Unud yang ke XXII, FPMHD-Unud menggelar bakti sosial yang dilaksanakan di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Bakti Sosial ini merupakan acara kedua dari rentetan acara untuk menyambut ulang tahun FPMHD-Unud. Acara pertama adalah Tirta Yatra ke Nusa Penida. Bakti sosial yang diadakan pada Hari Sabtu, 21 Juni 2014 terdapat 2 kegiatan yaitu Pengobatan Gratis dan Penanaman Pohon. Kegiatan Penanaman Pohon dilaksanakan di lapangan di desa tersebut. Sementara untuk pengobatan gratis dilaksanakan di Kantor Desa Serangan.
Kedua kegiatan ini dilakukan secara bersamaan, untuk penanaman pohon dibantu oleh rekan-rekan dari Grafatar (Gerakan Fajar Nusantara) selain penanaman pohon juga dilakukan mereresik di areal Pura Sakenan yang didahului dengan kegiatan persembahyangan tentunya. Untuk kegiatan pengobatan gratis dibantu oleh rekan-rekan dari Tim Bantuan Medis Universitas Udayana, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Sanglah, Tim dokter, Puskesmas, dan sponsor.
Menurut Manis selaku Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud, masyarakat yang hadir saat pengobatan gratis ada 60 orang. Selain itu, acara baksos kali ini berjalan lancar walau ada sedikit masalah sebelum pelaksanaan pengobatan gratis.

Siapa manis ??? tunggu artikel berikutnya tentang Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud XXII.  

Rabu, 28 Mei 2014

Sejarah Hari Raya Galungan


Hari Raya Galungan mempunyai cerita sendiri dan makna tersendiri bagi setiap individu. Berikut sedikit sejarah tentang Hari Raya Galungan yang dikutip dari ceritadewata.blogspot.com.
Jaman dahulu tersebutlah seorang Raja keturunan Raksasa yang sangat sakti dan berkuasa bernama Mayadanawa. Dengan kesaktiannya, Mayadenawa mampu berubah wujud menjadi apa saja. Mayadenawa menguasai daerah yang luas meliputi Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan. Raja ini terkenal kejam dan tidak mengijinkan rakyatnya untuk memuja dewa serta menghancurkan semua pura yang ada. Rakyat tidak berani melawan karena kesaktian Mayadenawa.
Lalu tersebut pula seorang pendeta bernama Mpu Kulputih. Beliau yang sedih melihat melihat kondisi rakyat akhirnya melakukan semedi di Pura Besakih memohon petujuk para Dewa untuk mengatasi Mayadenawa. Dewa Mahadewa kemudian memerintahkan beliau pergi menuju Jambu Dwipa (India) untuk meminta bantuan. Singkat cerita, bantuan pasukan datang dari India dan kahyangan untuk memerangi Mayadenawa dipimpin oleh Dewa Indra. Namun Mayadenawa sudah mengetahui kedatangan pasukan ini berkat banyaknya mata-mata. Perang dashyat pun terjadi dengan korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Akhirnya pasukan Mayadenawa kocar-kacir dan melarikan diri meninggalkan sang. Namun Mayadenawa belum mau menyerah begitu saja. Pada malam hari di saat jeda perang, Mayadenawa diam-diam menyusup ke tempat pasukan kahyangan dan memberi racun pada sumber air mereka. Agar tidak ketahuan, Mayadenawa berjalan hanya dengan menggunakan sisi kakinya. Tempat inilah yang kemudian dikenal dengan Tampak Siring. Pagi harinya, pasukan kahyangan meminum air dan keracunan. Dewa Indra tahu racun berasal dari sumber air, sehingga beliau menciptakan mata air baru yang sekarang dikenal dengan Tirta Empul. Berkat Tirta empul, semua pasukan yang keracunan bisa pulih kembali. Sungai yang terbentuk dari Tirta Empul kemudian dikenal dengan nama Tukad Pakerisan.
Dewa Indra mengejar Mayadenawa yang nelarikan diri dengan pembantunya. Dalam pelarian, Mayadenawa sempat mengubah wujudnya menjadi Manuk Raya (burung besar). Tempatnya berubah wujud sekarang dikenal dengan Desa Manukaya. Namun Dewa Indra terlalu sakti untuk dikelabui sehingga selalu mengetahui keberadaan Mayadenawa walopun sudah berubah wujud berkali-kali. Sampai akhirnya Dewa Indra mampu membunuh Mayadenawa. Darah Mayadenawa mengalir dan menjadi sungai yang dikenal dengan Tukad Petanu.

Sungai ini konon telah dikutuk. Bila airnya digunakan untuk mengairi sawah, padi akan tumbuh lebih cepat namun darah akan keluar di saat panen dan mengeluarkan bau. Kutukan akan berakhir setelah 1000 tahun. Kemenangan Dewa Indra atas Mayadenawa kemudian menjadi simbol kemenangan kebaikan (Dharma) melawan kejahatan (Adharma) yang diperingati sebagai Hari Galungan. Pada Hari Raya Galungan, ada tradisi untuk membuat Penjor. Penjor adalah simbol dari Gunung sekaligus simbol dari keberadaan para Dewa. Penjor berbentuk seperti umbul-umbul dengan bahan tiang dari bambu dan hiasan utama janur, padi, kelapa, buah serta hasil-hasil bumi lainnya. Ini sebagai simbol bahwa semua hasil bumi yang kita nikmati berasal dari Tuhan. Penjor biasanya dibuat sehari sebelum Galungan.

Selasa, 20 Mei 2014

Galungan lan Kuningan

Om Swastyastu,
Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan lan Kuningan semeton, Dumogi stata ngemolihang kerahayuan ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa  Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om

Sabtu, 03 Mei 2014

Ilmu baru untuk FPMHD Unud “Jurnalistik”

Hari Sabtu, 3 Mei 2014 sore jam 15.30 WITA, FPMHD Unud mendapat pembelajaran dari I Nengah Muliarta, S.Si,M.Si terkait tentang Jurnalistik. Diskusi yang diikuti beberapa fungsionaris FPMHD dan Penasehat FPMHD Unud membahas hal-hal terkait jurnalistik. Hal-hal yang dibahas seperti bagaimana menulis berita, isi berita, unsur berita, dan beberapa contoh tentang berita yang baik. Diskusi yang berlangsung selama lebih dari 1 jam ini juga diisi dengan simulasi terkait bagaimana informasi tentang suatu peristiwa itu bisa berubah arti saat didengar dari beberapa narasumber. Ada beberapa contoh liputan berita yang diputar saat diskusi, seperti liputan tumpek landep, liputan satu pura tiga umat dan paket nyepi. Akhir diskusi diisi dengan beberapa pertanyaan dari fungsionaris tentang berita, lead, plagiat maupun kebebasan pers. (HIJ).

Senin, 07 April 2014

Dharma Shanti Penyepian III Caka 1936 Universitas Udayana


Dharma Shanti Penyepian (DSP) merupakan salah satu program rutin FPMHD-Unud. DSP adalah wadah kreatifitas yang khusus dicanangkan oleh Forum Persaudaraan Hindu Dharma Unud untuk generasi muda hindu yang meliputi adik-adik SMP serta SMA/SMK se-Bali untuk melestarikan keajegan Bali. DSP warsa 1936 tahun ini merupakan DSP yang ketiga kalinya dilaksanakan dan tahun ini diketuai oleh I Kadek Slamet (Mahasiswa Fak. Peternakan Unud angkatan 2012). 
Tema DSP tahun 2014 ini adalah “Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”. Melalui kegiatan DSP III ini diharapkan nantinya siswa-siswi SMP dan SMA/SMK se-Bali sebagai generasi muda Hindu dapat mewujudkan keharmonisan umat beragama salah satunya dengan cara mengukuhkan suatu kepribadian yang berkarakter, berintelektual terhadap taksu Bali itu sendiri. Dalam kegiatan ini pula, harapan yang diinginkan adalah terwujudnya siswa-siswi generasi Hindu yang terampil dalam mengekspresikan ajaran- ajaran agama Hindu dan kebudayaannya dalam sebuah bidang sehingga generasi muda sekarang tidak jauh meninggalkan kebudayaan atau identitas sendiri sebagai agama Hindu dan masyarakat Bali sehingga dapat tercapai keajegan taksu Bali yang diinginkan.
Serangkaian kegiatan DSP ini meliputi tirta yatra, baksos serta serangkaian lomba untuk adik-adik SMP dan SMA/SMK se-Bali. Tirta yatra yang telah dilakukan terdiri atas dua tahap dimana tahap pertama dengan rute Padmasana Kampus Sudirman, Padmasana Kampus Bukit, Pura Dalem Blembong, Pura Goa Gong dan ditutup dengan Pura Uluwatu. Titrta yatra tahap kedua terdiri atas Pura Batur, Pura Besakih dan Pura Goa Lawah. Baksos dilaksanakan dengan kegiatan pembersihan areal Padmasana Kampus Bukit dan Pura Dalem Blembong sebagai wujud ngayah semeton forum selain hanya sebagai rentetan dalam rangka kegiatan DSP ini. 
Serangkaian lomba untuk adik-adik SMP dan SMA/SMK se-Bali meliputi lomba Essay tingkat SMP se-Bali, Lomba Cerdas Cermat, Lomba Kording serta Lomba Fotografi tingkat SMA/SMK se-Bali. Lomba Essay tingkat SMP se-Bali diikuti oleh 81 Peserta, Lomba Kording tingkat SMA/SMK se-Bali sebanyak 14 Tim, Lomba Cerdas Cermat tingkat SMA/SMK se-Bali diikuti oleh 14 Tim serta Lomba Fotografi yang diikuti oleh 12 Peserta. 
Jumlah peserta yang mengikuti serangkaian perlombaan dalam kegiatan Dharma Santi Penyepian III tahun 2014 ini merupakan yang terbanyak dari kegiatan DSP sebelumnya. Sejumlah piala, uang pembinaan, piagam serta Piala bergilir Rektor Universitas Udayana telah diserahkan pada masing-masing juara lomba sebagai bentuk penghargaan dan ucapan selamat atas presetasi siswa-siswi generasi Hindu dari FPMHD-Unud.

Sabtu, 22 Maret 2014

Tumpek Landep, Bukan Semata-mata Otonan Motor

Tumpek Landep merupakan hari raya yang tidak asing lagi bagi umat Hindu di Bali. Hari raya ini jatuh pada Saniscara Keliwon Wuku Landep. Hari raya ini diperingati setiap 6 bulan sekali atau 210 hari.  Pada hari ini umat Hindu biasanya membuat banten/sesajen yang dihaturkan pada merajan, alat-alat fisik, serta sarana pendukung kegiatan lainnya.
Secara filosofis, Tumpek Landep Berasal dari kata Tumpek dan Landep. Tumpek berasal dari kata tampek yang berarti dekat dan Landep berarti tajam/lancip. Adapun ketajaman yang dimaksud tersebut itu layaknya senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti keris, tombak, dan pedang.
Hari Raya Tumpek Landep di Bali sejatinya merupakan rangkaian dari Hari Raya Saraswati yang jatuh pada dua minggu sebelum hari raya ini. Jika pada saat hari raya Saraswati umat Hindu melakukan puji syukur atas turunnya ilmu pengetahuan dimana diimplementasikan dengan mengupacari berbagai sumber-sumber ilmu pengetahuan, seperti buku, lontar, prasasti dan berbagai sumber-sumber sastra dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan pada hari raya Tumpek Landep ini lebih mengucapkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati yang telah menganugrahi kecerdasan dan ketajaman pikiran kepada manusia, yang mana dari pikiran-pikiran  tersebut melahirkan suatu ciptaan yang dapat mempermudah kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan. Sederhananya, ilmu pengetahuan yang turun dan didapatkan dua minggu sebelumnya maka diasah pada hari Tumpek Landep ini.
Dalam perkembangannya, kini perayaan hari raya Tumpek Landep di Bali tidak hanya mengupacarai benda-benda sakral/pusaka seperti keris dan peralatan persenjataan, melainkan juga benda-benda lain yang membantu umat manusia dalam menjalani kehidupan dan mampu memberikan nilai positif terhadapnya. Adapun benda-benda tersebut yang sering kita lihat diupacarai para hari Tumpek Landep ini antara lain : motor, mobil, komputer, mesin-mesin, dan benda-benda fisik lainnya. Sesungguhnya hal ini tidaklah salah, namun pemahaman orang awam di Bali terkadang sedikit keliru dalam memaknai hari Tumpek Landep ini. Bahkah, mirisnya lagi tak jarang kita jumpai umat yang bersembahyang di depan mobilnya di pinggir jalan seakan-akan menTuhankan mobilnya.
Sesungguhnya, senjata yang paling utama dalam kehidupan ini adalah pikiran, karena pikiranlah yang mengendalikan semuanya yang ada. Semua yang baik dan yang buruk dimulai dari pikiran. Maka dari itu dalam perayaan hari Tumpek Landep ini, hal mendasar dan utama yang semestinya kita harapkan adalah agar senantiasa mampu menajamkan pikiran lewat kecerdasan dan mengendalikan pikiran lewat pengalaman-pengalaman yang ada. Jadi, setiap enam bulan sekali umat diingatkan melakukan evaluasi apakah pikiran sudah selalu dijernihkan atau diasah agar tajam. Sebab, dengan pikiran yang tajam, umat menjadi lebih cerdas, lebih teliti melakukan analisa, serta lebih tepat dalam mengambil keputusan.

Penulis : I Kadek Maryana (Mahasiswa Fak. Pertanian Unud 2011)

            Saat ini menjabat sebagai Koordinator FPMHD Unud

Rabu, 19 Maret 2014

Pura Penataran Agung Ped

Di sebuah desa, persisnya di Desa Ped, Sampalan, Nusa Penida, ada sebuah pura yang sangat terkenal di seluruh pelosok Bali. Pura Penataran Agung Ped nama tempat suci itu. Berada sekitar 50 meter sebelah selatan bibir pantai lautan Selat Nusa. Karena pengaruhnya yang sangat luas yakni seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Hingga saat ini, pura ini  sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual yang paling diminati.
================================================================================
Sumber : www.google.com
Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Pentaran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan perdebatan yang lama. Kelompok (Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja -- Mangku Lingsir) menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.

Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya tentang ''Selayang Pandang Pura Ped'' beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped. Hanya, satu pihak menonjolkan penatarannya. Satu pihak lainnya lebih menonjolkan dalemnya.

Selain itu, beberapa petunjuk yang menyebutkan pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku ''Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped'' yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.

Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal juga sempat kehilangan tiga buah tapel. Ternyata, begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu adalah tiga tapel yang sempat menghilang dari kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.

Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk, warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa. Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka. Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hingga akhirnya warga subak bisa menikmati hasil tanaman seperti padi, palawija dan lainnya.

Sesuai kaulnya, warga kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski demikian, hal itu seolah-olah terbantahkan. Karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut adalah Pura Penataran Agung Ped. Terbukti dari kepercayaan warga-warga sekitar saat ini. Walaupun ada yang menyebutkan pura itu dengan sebutan Pura Dalem, yang dimaksud bukanlah Pura Dalem yang merupakan bagian dari Tri Kahyangan (Puseh, Dalem dan Bale Agung). Melainkan Dalem untuk sebutan Raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. ''Dalem atau Raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling,'' katanya.

Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai tempat penyucian.

Mengarah ke baratnya lagi, ada Pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagi pelebaan Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara pada waktu ngusaba.

Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian.

Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.

Adanya perbaikan-perbaikan yang secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat darurat, tetapi dibuat permanen dengan plesteran semen. Paling tidak, hal itu telah memunculkan kesan kaku bagi pura yang diempon 18 desa pakraman tersebut. Pengemponnya mulai Desa Kutampi ke barat. Adanya sejumlah bangunan-bangunan pura yang dikeramatkan, berdampak pada lingkungan pura. Atmosfer keramat diyakini sudah tercipta sejak awal keberadaan pura tersebut. * baliputra
Sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2006/6/7/bd1.htm

Jumat, 07 Maret 2014

Persembahyangan Hari Raya Saraswati

Om Swastyastu,
Info untuk persembahyangan Hari Raya Saraswati besok, dimulai pada pukul 08.00 WITA - selesai ring Padmasana Widya Maha Amrta (Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman). Ngiring sareng2 ngaturang astiti bhakti majeng ring Sang Hyang Aji Saraswati nggih semeton  Dumogi sami rahayu 

Malam Sastra - dilaksanakan pd hari sabtu malam besok ring Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman dan diisi dengan acara Dharma Wacana dari Ida Pandita Mpu Acharya Nanda dengan Tema "Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Budi pekerti" dimulai pada pukul19.00 WITA - selesai. Kemudian acara dilanjutkan dengan pakemitan.

Banyu Pinaruh - dilaksanakan pada hari minggu pagi pukul 07.00 WITA ring Segara Padang Galak.
Ngiring sarengin serangkaian kegiatan Gema Bakti Saraswati mulai besok nggih semeton Hindu Unud lan alumni forum 
Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om

Sabtu, 22 Februari 2014

Dharma Shanti Penyepian (DSP) III Warsa 1936 Universitas Udayana

Om Swastyastu,

Dharma Shanti Penyepian atau yang biasa disebut sebagai “DSP” merupakan program kerja tahunan dari Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma (FPMHD) Universitas Udayana. DSP merupakan serangkaian acara untuk memperingati Hari Raya Nyepi warsa 1936 pada tahun 2014 ini. Serangkaian acara dalam DSP meliputi lomba-lomba untuk SMP dan SMK/SMK se-Bali, Malam Puncak DSP III Warsa 1936 Universitas Udayana, Tirta Yatra semeton Hindu serta pelaksanaan Catur Brata Penyepian saat Hari Raya Nyepi berlangsung.

Tema umum yang diangkat dalam serangkaian kegiatan Dharma Shanti Penyepian (DSP) III pada tahun ini adalah “Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”. Bali yang terkenal akan taksu-nya baik kebudayaan, agama, spiritual,  dan adat istiadat kini mulai tergerus dengan adanya arus globalisasi dan kemajuan ipteks yang semakin pesat. Melalui kegiatan ini diharpakan nantinya akan meningkatkan kesadaran generasi muda Hindu pada khususnya untuk peka terhadap segala permasalahan yang ada di Bali, meningkatkan kepedulian untuk melestarikan kebudayaan dan adat istiadatnya sehingga ajeg Bali yang diharapkan akan tercapai serta terwujudlah Bali yang damai, damai, dan damai.
Adapun lomba-lomba yang akan dilaksanakan dalam serangkaian kegiatan DSP III Warsa 1936 Universitas Udayana tahun 2014 ini meliputi :


    1.   Lomba Menulis Essay Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMP Se- Bali
          - Tema : Peran Masyarakat Hindu Dalam Melindungi dan Menghadapi Perkembangan                                 Pembangunan Bali
          - Pendaftaran dan Pengumpulan Karya    : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
          - Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi                           samping blog
          - Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
             Dewa                     : 085 637 492 85
             Dein                       : 081 999 014 866


     2.   Lomba Koran Dinding Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMA/SMK Se-Bali
           - Tema  : “Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”
           - Pendaftaran : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
           - Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi                            samping blog
           - Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
             Widiastuti             : 085 738 898 619
             Wiratama             : 085 738 029 321
             Krisna Dewi         : 087 861 418 620


      3.  Lomba Fotografi Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMA/SMK Se-Bali
           - Tema : Realita Kepedulian Generasi Muda Hindu Terhadap Budaya Bali”
           - Pendaftaran dan Pengumpulan Karya     :  24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
           - Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi                            samping blog
           - Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
             Dewik                    : 085 739 946 258
             Yoshi                      : 083 114 890 561

      4.   Lomba Cerdas Cermat Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMA/SMK Se-Bali
            - Tema : ”Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”
            - Pendaftaran :  24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
            - Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi                            samping blog
            - Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
               Eriadi                      : 085 792 635 416


Ayo segera daftar dan ajak teman-teman kalian untuk ikut berkompetisi dalam lomba ini.
Kami menunggu partisipasi adik-adik SMP dan SMA/SMK untuk meramaikan dan memeriahkan serangkaian acara DSP tahun ini.
Peduli, Kritis, Kreatif ! Tunjukkan partisipasimu, Ayo Berkompetisi.

Suksma
Satyam Eva Jayate.
Om Santih Santih Santih OM


Senin, 03 Februari 2014

Perjalanan Siwaratri FPMHD-Unud

Sebelum membahas perjalanan siwaratri yang dilakukan oleh FPMHD-Unud, disini penulis akan memberikan sedikit definisi tentang Siwaratri. Siwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa. Umat Hindu di Bali merayakan Siwaratri yang jatuh pada hari Catur Dasi Krsna paksa bulan Magha (panglong ping 14 sasih Kapitu).  
Sesuai dengan rapat pimpinan sebelumnya, telah disepakati bahwa acara siwaratri pada tahun 2014 ini akan mengadakan tirta yatra dengan rute Sekretariat FPMHD - Kampus Unud Sudirman - Pura Watu Klotok - Pura Silayukti. Rombongan yang ikut tirta yatra kali ini terlebih dahulu kumpul di forum mulai pukul 18.00 WITA. Rombongan yang ikut sebanyak 14 orang. Sebelum berangkat, rombongan melakukan persembahyangan di Sekretariat FPMHD pada pukul 7.30 WITA. Selesai di Sekretariat, persembahyangan dilanjutkan ke Kampus Unud Sudirman. Disini rombongan bertemu dengan alumni FPMHD-Unud. 
Selesai persembahyangan di Padmasana Kampus Unud Sudirman, Rombongan FPMHD Unud mulai berangkat dengan tujuan pertama ke Pura Watu Klotok. Dalam perjalanan ke Pura Watu Klotok, rombongan sempat membantu orang yang mengalami kempes ban motor. Sesampainya di Pura Watu Klotok pada pukul 23.10 WITA, rombongan melakukan persembahyangan. Rombongan FPMHD Unud menemui beberapa masalah saat melakukan persembahyangan di Pura Watu Klotok ini, seperti kurangnya tempat sampah sehingga menyebabkan sampah berserakan di areal pura.
Setelah selesai persembahyangan di Pura Watu Klotok, perjalanan dilanjutkan ke Pura Silayukti. Sampai di Pura Silayukti, pemedek yang tangkil tidak begitu ramai. Sebagian besar dari penduduk sekitar dan nelayan di sekitaran pelabuhan Padang Bay. Persembahyangan di Pura Silayukti bisa dibilang berjalan lancar dikarenakan pemangku masih siaga di pura walau sudah pukul 01.20 WITA. Selesai persembahyangan di Pura Silayukti, rombongan langsung mengakhiri tirta yatra dengan kembali ke Sekretariat FPMHD-Unud.

Sabtu, 04 Januari 2014

Pulau Seribu Perbedaan



Bali terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Pulau Surga, Pulau Dewata, dll. Diantara sebutan-sebutan tersebut, ada sebutan yang jarang di dengar oleh masyarakat yaitu Pulau Seribu Perbedaan. Mengapa disebut demikian? Perbedaan sudah melekat di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat di Bali, perbedaan sudah ada sejak jaman agama hindu belum masuk ke Bali.
Tata cara pelaksanaan upacara keagamaan umat hindu di Bali pun berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Adat istiadat dan budaya yang sangat banyak dan sama-sama memiliki keunikan. Mengapa perbedaan sangat kental di Bali? Ini dikarenakan ajaran-ajaran Hindu masuk ke Bali tidak secara bersamaan. Namun, karena kedinamisan dari agama Hindu itu sendiri maka ajaran-ajaran tersebut dileburkan ketika Mpu Kuturan dengan konsep Pura Khayangan Tiga. Meskipun begitu ajaran agama Hindu dalam menjiwai dan memaknai budaya yang telah ada sebelum agama Hindu masuk ke Bali.
Ngejot merupakan kegiatan membagikan makanan kepada tetangga, saudara, sahabat maupun warga lintas agama. Seperti juga ketika lebaran umat islam membagikan sedikit makanan yang dibuatnya dalam merayakan hari besarnya. Tradisi ini sudah berlangsung selama beratus-ratus tahun lamanya. Tradisi ini terjadi di setiap banjar di Bali, ini merupakan bukti sikap toleransi antar agama yang ada di Bali.
Keharmonisan itu sebaiknya tetap dipertahankan karena merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan. Dalam mencapai sebuah keharmonisan dalam agama Hindu ada ajaran Tri Hita Karana. Tri Hita Karana yaitu Tiga penyebab untuk mencapai Kesejahteraan, yang terdiri dari Parhyangan (hubungan Manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan Manusia dengan Manusia) dan Palemahan (hubungan Manusia dengan lingkungan).
Dalam Konsep Tri Hita Karana keharmonisan antara manusia dengan manusia dapat dicapai dengan rasa toleransi. Toleransi tersebut dilakukan dengan cara saling menghargai dan menghormati adanya perbedaan. Selain itu menumbuhkan semangat gotong royong juga sangat penting untuk membentuk masyarakat yang rukun dengan rasa persatuan yang kuat. Ketika toleransi dan kebersamaan di junjung tinggi sebagai sebuah nilai dan implementasi maka harapannya adalah tercapainya keharmonisan yaitu moksartam jagathita ya ca iti dharma.