Sabtu, 12 Januari 2013

Sejarah FPMHD Unud



Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana (FPMHD Unud) adalah satu-satunya wadah berkumpul bagi seluruh mahasiswa yang beragama Hindu yang menuntut ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan ketrampilan bekal hidup dan kehidupan di Universitas Udayana. Tujuan dibentuknya FPMHD Unud adalah untuk menghimpun segenap kekuatan fisik, mental dan intelektual yang dimiliki mahasiswa Hindu Unud untuk mempelajari Kitab Suci Agama Hindu (Weda), menjaga dan melestarikan seni, budaya, adat dan bahasa Bali yang dijiwai agama Hindu sehingga mahasiswa Hindu Unud nantinya akan tumbuh dan berkembang menjadi generasi muda Hindu yang mampu dan dapat dihandalkan menjadi kader berkualitas bagi dirinya sendiri, keluarga, orang lain, umat, bangsa dan negara. 
Itulah pesan penting yang dititipkan para pendiri FPMHD Unud kepada penerusnya pada khususnya dan mahasiswa Hindu seluruh Bali pada umumnya. Pesan tersebut terumuskan (dalam bahasa yang berbeda) dalam Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis (PU/PT) FPMHD Unud periode 1992 – 1994 yang disusun Tim Sebelas yang terdiri dari I Dewa Putu Gandita Rai Anom dan I Ketut Anjasmara (PSTP), I Gusti Putu Artha, I Wayan Ananta Widjaja dan I Made Suwardiana (FP), Dewa Made Suka, Made Adiptayasa dan Ida Bagus Panca Sidharta (FH), Putu Dharmana Matra Tenaya dan Made Nurbawa (FE) dan Putu Premana Suarjaya (FK).
FPMHD Unud terbentuk pada 28 Juni 1992 melalui peparuman agung mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana di auditorium Unud di Jl. PB Sudirman Denpasar. Proses pembentukan FPMHD Unud ini terbilang lama dan melalui sejumlah tahapan prakondisi yang unik, tidak berdiri sendiri dan mengalami sejumlah penolakan. Pada 1990 sejumlah tokoh mahasiswa FP Unud yang tergabung dalam Kelompok Studi Kompos menyelenggarakan Nyepi Kampus pertama di Auditorium Unud. Mereka terdiri dari I Made Suwardiana, Wayan Puspa Negara (kini anggota DPRD Badung), I Wayan Ananta Widjaja dan Putu Tangkas Kawidana. Di tempat terpisah, di FK Unud sudah ada wadah yang menghimpun mahasiswa Hindu. Namun, wadah itu masih bersifat sangat lokal dan belum dikenal aktivis Unud, termasuk oleh SMPT. Mereka sudah sering melakukan kegiatan di kampus, namun masih eksklusif hanya untuk mahasiswa FK.
Tanggal 2 s.d 9 Mei 1991 dilangsungkan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) di Unibraw Malang. Dua tokoh aktivis mahasiswa Unud yakni Ketua SMPT I Gusti Putu Artha dan Redaktur Pelaksana PKM Akademika I Dewa Putu Gandita Rai Anom (Dewa Rai Anom) dikirim untuk itu. Di sela-sela kegiatan Pimnas, secara mengejutkan keduanya ‘diculik’ sejumlah aktivis mahasiswa Hindu Malang dibawah dukungan pembina Unikahida Unibraw Malang dr. Putu Moda Arsana. Mereka dibawa ke rumah dr Moda Arsana untuk diinterogasi kemudian ke Wisma Banteng milik TNI AL tanpa diberi makan sampai lewat tengah malam. Pertanyaan mereka, mengapa di Bali tidak ada wadah mahasiswa Hindu? Bukankah Unud perguruan tinggi negeri dengan jumlah mahasiswa Hindu terbesar? Para ‘penculik’ lantas menceritakan terbentuknya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) di Malang dan mendesak dengan keras agar di Bali dan di Indonesia segera dibentuk organisasi mahasiswa Hindu. Sama dengan HMI, GMNI, GAMKI, PMKRI dan Gemabudhis.
Dari Malang Artha dan Dewa Rai Anom tidak ke Bali. Mereka ke Surabaya, mengikuti Nyepi di Kampus ITS Sukolilo. Di situ mereka mengikuti pertemuan dengan mahasiswa Hindu Jabar, Yogyakarta, Jakarta, Malang, Jember, Surabaya, NTB, dan Bali membicarakan ide pembentukan wadah nasional bagi mahasiswa Hindu Indonesia. Hasilnya dilaksanakan pertemuan di Bali pada September 1991 di Universitas Warmadewa dengan terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan pendahuluan dan Mahasiswa Hindu Unud didaulat sebagai koordinator wilayah Bali dan nasional. Salah satu alasan pertemuan dilaksanakan di Unwar, ya karena di Unud belum ada wadah.
Beberapa saat setelah pertemuan Sukolilo ini, Juni 1991 muncul berita di Tabloid Iqra’ tentang Hindu di Bali. Isinya sangat melecehkan, meremehkan, merendahkan dan menyakiti umat Hindu. Salah satunya menyebut canang sari berisi dupa pada bemo jurusan Ubung – Sanglah terkadang berisi kemenyan sebagai sarana mengundang setan, bukan pemujaan Tuhan. Pemberitaan itu mengundang reaksi keras umat Hindu. Mahasiswa Hindu di Bali membentuk Forum Mahasiswa Hindu Daerah Bali, pimpinan SMPT se-Bali menyatakan sikap, demikian pula sejumlah sekeha truna. Kasus tabloid Iqra’ itu melecut semangat perjuangan terbukti ketika dilaksanakan kegiatan penghijauan di Mangrove Suwung Kangin Juni 1991 hampir semua perguruan tinggi dan Ormas Kepemudaan yang tergabung dalam KNPI didukung Pemprov Bali berpartisipasi. Sebuah modal yang bagus untuk membangun wadah mahasiswa Hindu.
Juli 1991 tokoh-tokoh aktivis mahasiswa Hindu Unud terprovokasi. IGP Artha, Dewa Rai Anom, Dewa Made Suka, dan kawan-kawan benar-benar melakukan konsolidasi total. Semua pimpinan Ikatan Mahasiswa Jurusan, Senat Mahasiswa fakultas diloby, pimpinan UKM, pimpinan fakultas sampai pimpinan Unud semuanya didekati. Hasilnya sungguh seperti dugaan. Tidak semuanya mendukung. Sebagian terang terangan menolak sebagian tidak punya sikap, sebagian lagi mendukung dengan sikap menyelidik. Yang menolak mengatakan, “buat apa bikin organisasi lagi. Kita kan mayoritas. Tidak perlu.” Namun ketika ditanya sudah pernahkah mengadakan persembahyangan Saraswati bersama, Tri Sandya bersama atau mengucap salam panganjali umat Om swastyastu seperti halnya umat Islam mengucap assalamu waalaikum? Tidak ada jawaban.
 Dengan tekad bulat, semangat tak kenal menyerah, dan tidak perlu malu, dan dukungan luar biasa dari PR III kala itu dr. Nyoman Agus Bagiada dan Rektor Prof. Dr. Nyoman Sutawan, M.Sc akhirnya tokoh-tokoh aktivis mahasiswa Hindu IGP Artha, Dewa Rai Anom,  Ananta Wijdaja, dkk berhasil mendapat kesempatan melakukan sosialisasi di sela-sela Ospek Mahasiswa Baru. Dan, ternyata, respon yang diberikan sangat menggembirakan. Sebagian besar mendukung. Itulah sebabnya, ketika peparuman agung pertama auditorium Unud yang di Jl. PB Sudirman penuh.
Ujian pertama atas dukungan mahasiswa baru dibuktikan pada kegiatan Gema Bhakti Saraswati se-Bali pada Mei 1991. Gema Bhakti Saraswati yang diisi persembahyangan bersama, diskusi agama, pertunjukan wayang hingga Banyu Pinaruh itu dipenuhi mahasiswa. Meriah sekali kegiatan itu. Dukungan selanjutnya dibuktikan pada peparuman agung pertama 26 s.d. 28 Juni 1992.
Sebagai wadah yang baru terbentuk pada 28 Juni 1992, FPMHD Unud belum memiliki alat-alat kelengkapan. Belum ada pengurus, sekretariat, uang, program kerja dan lainnya. Karena itu, dengan bekal pengetahuan dan pengalaman berorganisasi, jauh sebelum FPMHD terbentuk, para pendiri FPMHD Unud lebih awal melakukan pendekatan (lobying) untuk mendapatkan sekretariat. Audiensi dengan Gubernur Bali (kala itu Ida Bagus Oka) dilakukan. Hasilnya beliau mengijinkan rumahnya di Jl. IB Oka 5 sebagai sekretariat mahasiswa Hindu. Gratis.
Koordinator pertama FPMHD Unud adalah I Dewa Putu Gandita Rai Anom (PSTP), didampingi Sekjen I Ketut Anjasmara (PSTP), Waka Sekjen Putu Dharmana Matra Tenaya (FE), dan Kepala Lima Kabid (Bina Dharma, Bina Warga, Bina Kriya dan Bina Sanjiwani). Periode kepengurusan dua tahun yakni 1992 – 1994. Oleh karena sesuai PU/PT FPMHD Unud sifat keanggotaan adalah pasif, maka seluruh mahasiswa Hindu Unud otomatis menjadi anggota. Namun agar ada tanda anggota sekaligus untuk memudahkan pengumpulan dana kegiatan, dibuat kartu anggota.  Dalam kartu anggota itu tercantum logo FPMHD Unud berupa padma asta dala (bunga padma berdaun delapan), warna merah, putih dan hitam (tri datu sebagai simbol Tri Murti), dan dibelakangnya tercantum tiga motto FPMHD Unud yakni : (1) IKANG DHARMA INARANAN WIDHI (yang berarti kebenaran itu adalah Tuhan); (2) DHARMA RAKSATI RAKSITAH (yang berarti siapa saja yang ngeraksa (menjaga, memelihara dan membela kebenaran/dharma) maka orang itu sendiri akan dilindungi oleh dharma; dan (3) SATYAM EVA JAYATE (kebenaran/kejujuran pasti selalu menang).
Baru dua bulan terbentuk, tugas berat langsung menghadang. Dalam rapat terbatas di Kampus FE Unud Agustus 1992, FPMHD Unud didaulat menjadi Koordinator Wilayah Mahasiswa Hindu se-Bali dalam rangka menyukseskan Sarasehan Nasional Mahasiswa Hindu Indonesia di Universitas Warmadewa, September 1992. Sarasehan itu berlangsung panas ketika membicarakan soal Kongres Mahasiswa Hindu. Pertarungan politik kecil-kecilan muncrat di sana. Kelompok Unibraw-Malang dan Unej yang mendesak pembentukan wadah nasional mahasiswa Hindu formal bentrok pemikiran dengan kelompok UGM, Unpad, ITB dan Unud yang tak mau memaksakan wadah formal.
Alhasil, disepakati Kongres MHDI diadakan September 1993 di Bali. Ketua Umum Panitia dipercayakan pada Koordinator FPMHD Unud I Dewa Putu Gandita Rai Anom dengan Ketua Panitia Pengarah Made Wisnu Kusuma Wardhana (Unikahida Malang) dan Ketua Panitia Pelaksana I Gusti Ngurah Wiradarma (Unwar). Setahun setelah itu, Kongres I MHDI berhasil diselenggarakan di kampus Unhi Denpasar dan KMHDI pun terbentuk. Peran FPMHD Unud sangat besar dalam agenda itu.
Tak lama setelah menangani Kongres Nasional I MHDI kembali FPMHD Unud diberi beban untuk menangani kasus pembangunan pariwisata Bali yang dinilai tidak pro Bali. Dibentuklah Forum Mahasiswa Hindu Bali yang kemudian mengkoordinasikan aksi demonstrasi bercorak Bali pertama dalam penolakan pembangunan kepariwisataan Bali. Koordinator wadah ini lagi-lagi Koordinator FPMHD Unud I Dewa Putu Gandita Rai Anom dengan fokus perjuangan menolak pembangunan megaproyek Bali Nirwana Resort di Desa Beraban, Kediri – Tabanan, dekat Pura Kahyangan Jagat: Tanah Lot. Hasil pergerakan ini adalah Bhisama Kesucian Pura PHDI Pusat, revisi Perda RTRWP Bali dan perubahan desain BNR. Hanya itu.
Itu aktivitas keluar. Ke dalam banyak rintisan dilakukan, mulai dari pengucapan panganjali umat Om Swastyastu, persembahyangan bersama pada saat Hari Saraswati di Kampus, latihan yoga, latihan majejaitan, latihan pesantian, tirta yatra untuk mengenal tempat suci di Bali maupun luar Bali, latihan manajemen organisasi lanjut mengkondisikan setiap pemilihan pimpinan organisasi kemahasiswaan agar yang terpilih adalah orang Hindu, konsultasi dengan Ormas kepemudaan lain seperti HMI, PMKRI, GAMKI dan KNPI, dan penerbitan tabloid Media Saraswati.
Meskipun begitu banyak aktivitas pada periode pertama 1992 – 1994, ternyata, ketika Forum harus memilih koordinator baru, tidaklah mudah. Sangat sedikit yang mau menjadi Koordinator dan Sekjen. Peparuman Agung hanya dihadiri segelintir mahasiswa. Itu semua sebagai akibat status lembaga yang semiformal. Namun tetap harus disyukuri, disaat kondisi demikian sulit, muncul keberanian atau mungkin kenekatan dari kader hingga bersedia menjadi koordinator hingga akhirnya Forum tetap ada sampai saat ini. Ni Made Suwariyati adalah Koordinator kedua yang terpilih secara ‘paksa’ setelah melalui isak tangis dan mungkin sakit hati. Kadek Suwariyati menjabat hingga 1994. Sekjennya dijabat AA Putra Iryana. Selanjutnya, periode 1996-1998 Nyoman Sri Susanti menjadi Koordinator. Demikian seterusnya dan seterusnya. I Dewa Putu Gandita Rai Anom kini menjadi PNS di Kantor Gubernur Bali, menjabat sebagai Kasubag Penyaringan dan Pengolahan Informasi Lembaga Nonpemerintah dan Media Massa, Kadek Suwariyati menjadi dosen di ISI Denpasar, dan Nyoman Sri Susanti memilih berkarier di swasta.
Masih banyak yang belum terungkap dari perjalanan FPMHD Unud yang jika ditulis mungkin cukup panjang. Nama Forum dipilih karena itulah strategis terbaik pada saat itu. Artinya itu adalah pilihan mengenai strategis perjuangan karena saat itu istilah forum sedang ngetren. Alasan kedua pemilihan terminologi Forum adalah melalui FPMHD Unud pendiri ingin menggugah kesadaran semua kalangan Hindu untuk mulai dengan sungguh-sungguh melihat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) berkenaan dengan pembangunan SDM Hindu Indonesia. Minimnya pembinaan generasi muda Hindu menjadi masalah sangat serius. Karenanya, mengajak mahasiswa menjadi aktivis umat akan mampu memberi banyak pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kecerdasan berorganisasi yang sangat penting untuk bekal kehidupan masa depan umat dan bangsa di segala bidang termasuk politik.
Ketiga, terminologi Persaudaraan dipilih untuk membangun sebuah kesadaran bersama bahwa semua mahasiswa Hindu di Unud adalah satu saudara. Panggilan bli dan mbok pun dipilih untuk mengaktualisasikan bentuk persuadaraan itu. Hingga saat ini, FPMHD UNUD tetap dan akan mempertahankan eksistensi baik di lingkungan Universitas Udayana maupun di lingkungan masyarakat luas, berbangga menjadi pemuda Hindu. Astungkara. 

Tulisan Oleh: Gandita Rai Anom (Salah Satu Pendiri sekaligus Koordinator I FPMHD Unud)

0 komentar:

Posting Komentar