Jumat, 27 Desember 2013

Sisi Lain DPA XX – “Keluh Kesah Seorang Kordinator Acara”

Perekrutan anggota sebagai bagian dari suatu organisasi merupakan hal yang terpenting  dalam jalannya sebuah organisasi. Anggota sebagai bagian dasar yang mempunyai fungsi besar sebagai pondasi awal kemajuan suatu organisasi. Salah satu organisasi di lingkungan Universitas Udayana dalam hal ini Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma-Universitas Udayana (FPMHD-Unud) memaknai arti pentingnya anggota dalam kemajuan organisasi kedepan. Hal ini terlihat dari dilaksanakannya acara Dharma Pengasraman Anggota (DPA) XX yang merupakan program kerja tahunan organisasi ini yang bertujuan untuk perekrutan anggota baru yang nantinya dapat menopang berbagai kegiatan yang akan dijalankan FPMHD-Unud kedepannya.
Bertempat di Pura Sibi Agung Desa Lebih Gianyar dari tanggal 13 hingga 15 Desember 2013, acara Dharma Pengasraman Anggota (DPA) dilaksanakan dalam kawasan pura baik dalam wantilan, madya mandala dan utama mandala. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari 2 malam ini mampu berjalan dengan baik dengan adanya kerja sama maupun koordinasi dengan baik antara panitia, peserta dan masyarakat sekitar Pura Sibi Agung.
Peserta DPA XX berjumlah 31 orang yang terdiri atas mahasiswa dan mahasiswi Hindu di lingkungan Universitas Udayana. DPA kali ini mampu membawa kesan tersendiri bagi Ni Putu Mulia Sari yang menjabat sebagai Koordinator Acara DPA XX. Jumlah peserta DPA tahun 2013 ini menimbulkan kesenangan tersendiri bagi mahasiswi Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana ini, karena jumlah peserta mengalami peningkatan dari DPA tahun 2012 lalu.
Cerita tersendiri mampu diperoleh dari kegiatan rutin FPMHD-Unud tersebut. Koordinator acara sekaligus pengatur acara dalam DPA XX ini menuturkan kembali bahwa acara yang sudah tersusun dengan baik dengan persiapan acara kurang lebih 1 minggu ini, mengalami beberapa perubahan ketika acara yang direncanakan tengah berlangsung. Keterlambatan acara, kecemasan, kebingungan, dan kepanikan mewarnai kehidupan sang pengatur kegiatan pada saat itu. Selain itu, tekanan dari panitia lain untuk setiap acara yang berlangsung maupun perubahan acara selalu membayangi sang Kordinator Acara ini. Banyak hal baru yang terjadi saat itu, namun rintangan tersebut yang menyebabkan munculnya koordinasi baru antar panitia untuk sama-sama membangun acara baru sehingga acara DPA XX mampu berjalan sesuai yang diharapkan.

Profil Kordinator Acara DPA XX
Nama              : Ni Putu Mulia Sari
Jurusan            : Sosiologi / FISIP / Unud
Bidang             : Usaha dan Dana ( Sekretaris Bidang )
Motto              : Jadikan impian awal kesuksesan





Rabu, 25 Desember 2013

PERBEDAAN KEYAKINAN BUKANLAH HAMBATAN UNTUK SALING BERTOLERANSI

Hari raya keagamaan bukan lah hari raya yang wajibnya dilaksanakan atau hanya dimeriahkan oleh orang-orang yang seagamanya. Natal merupakan hari raya suci umat Kristiani. Suka cita Natal tidak hanya dapat dirasakan oleh umat kristiani saja. Pada hari raya natal tahun ini, kebetulan saya sedang berada di salah satu rumah saudara yang beragama Kristen Protestan. Saya sebagai umat yang memiliki keyakinan berbeda disini pun ikut merasakan kemeriahan hari besar ini.
Tidak hanya saya saja, kalangan keluarga lain yang memeluk agama lainnya pun turut serta hadir dalam perayaan Natal tersebut. Ini menunjukkan salah satu toleransi antar agama yang kuat di dalam masyarakat terutamanya di Indonesia. Rasa saling menghargai dan menghormati antar umat beragama yang merupakan landasan atau dasar Negara kita dapat diterapkan meskipun dengan tindakan yang kecil.
Seperti halnya, hal sederhana yang dapat dilakukan yaitu meskipun hanya sekedar berkunjung dan memberikan ucapan hari raya kita sudah melaksanakan kewajiban tersebut. Menjadi salah satu kebanggaan tersendiri, bagaimana kita bisa merasakan dan ikut berperan dalam hari raya besar umat yang berbeda keyakinan dengan kita. Kefanatikan akan agama sendiri bukanlah hal yang patut dicondongkan, bagaimanapun juga kita tetap berasal dari satu Tuhan hanya saja keyakinan yang mempelopori perbedaan tersebut.
Perbedaan keyakinan tersebut bukanlah hambatan kita untuk tidak saling menghargai, saling menolong dan bertoleransi antar umat agama yang lain. Saat kita bermasyarakat, kita bisa letakkan sementara keyakinan yang kita peluk untuk sementara, agar menghindari sebuah perselisihan yang tidak diinginkan. Satu persatu tamu undangan yang sebagian besar bahkan pemeluk agama yang berbeda, berkunjung dan memberi ucapan selamat hari raya kepada pemilik acara, dan selanjutnya diajak untuk makan bersama.

Tidak ada kecanggungan yang membalut setiap orang yang datang, saya merasakan inilah sebuah adat yang patut untuk dilestarikan dan dijaga di Indonesia. Meskipun dari hal yang sederhana tersebut, kita bisa tunjukkan suatu kebanggaan bahkan sebuah prestasi dimana negara Indonesia yang dikenal memiliki 5 agama yang berbeda – beda masih tetap satu dalam suatu perbedaan.

“Puja Mandala” – Keharmonisan dalam Perbedaan


Bhineka Tunggal Ika, Beragam perbedaan namun tetap satu tujuan. Semboyan sederhana yang mempunyai arti yang sangat mendalam untuk kehidupan manusia. Mungkin arti tersebut dapat menggambarkan makna “Puja Mandala” sebuah tempat beribadah yang bertempat di kawasan Nusa Dua, Bali.
Sesuai dengan namanya “Puja Mandala”, berasal dari bahasa sansekerta dengan petikan kata Puja yang berarti persembahan/ibadah dan kata Mandala yang berarti lingkaran. Tempat ibadah yang berlokasi di Jalan Kurusetra Desa Kampial Kelurahan Benoa Kecamatan Kuta Selatan ini merupakan pusat kawasan 5 tempat suci berbeda yang berjajar dalam satu barisan yang memanjang mulai dari Masjid, Gereja Katolik, Vihara, Gereja Protestan dan Pura.
Puja Mandala ini dibangun mulai tahun 1994 atas prakarsa Joop Ave selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata yang menjabat pada masa era Orde Baru dibawah kekuasaan Presiden Soeharto. Landasan didirikannya tempat peribadatan 5 agama ini adalah untuk mempermudah masyarakat daerah sekitar Nusa Dua khususnya non Hindu yang sulit menemukan tempat beribadat saat itu. Namun hingga saat ini, tempat beribadat tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat suci semata namun dapat memberikan daya tarik pariwisata tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara terkait keunikan tempat ibadah ini.
Berdiri diatas lahan seluas 2,5 hektar, pusat beribadatan ini terbagi atas 5 tempat suci yang masing-masing berdiri diatas lahan seluas 0,5 hektar. Dari ujung kiri terdapat Masjid Ibnu Batutah, Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa, Vihara Budhina Guna, Gereja Kristen Protestan Bukit Doa, dan diakhiri oleh Pura Jagat Natha sebagai kawasan tempat suci untuk umat Hindu. Seluruh tempat suci ini dibangun dengan megahnya sehingga mampu membuat kagum wisatawan yang berkunjung ke Puja Mandala untuk beribadat.
Peresmian tempat peribadatan ini dilakukan secara bertahap dimulai dari tahun 1997 untuk bangunan Masjid Ibnu Batutah, Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa dan Gereja Kristen Protestan Bukit Doa oleh Tarmidzi Taher- Menteri Agama yang menjabat saat itu. Kemudian selang enam tahun kemudian, diresmikan Bangunan Vihara Budhina Guna dan pada tahun 2005 diresmikan Bangunan Pura Jagat Natha oleh Gubernur Bali saat itu, Dewa Beratha.

Puja Mandala juga sering disebut sebagai miniatur kerukunan umat beragama di Indonesia. Dengan relasi harmonis dan dinamis, semangat kebersamaan dalam Puja Mandala lahir dari relung jati diri masyarakat pendukung nya. Keberadaan tempat-tempat beribadah di Puja Mandala bukan hanya sebatas simbol saja, namun merupakan bentuk nyata dari toleransi hakiki dalam suasana informal, akrab dan terinternalisasi dalam keseharian hidup. 


 Masjid Ibnu Batutah


Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa


Vihara Budhina Guna




Gereja Kristen Protestan Bukit Doa

Pura Jagat Natha