Rabu, 28 Mei 2014

Sejarah Hari Raya Galungan


Hari Raya Galungan mempunyai cerita sendiri dan makna tersendiri bagi setiap individu. Berikut sedikit sejarah tentang Hari Raya Galungan yang dikutip dari ceritadewata.blogspot.com.
Jaman dahulu tersebutlah seorang Raja keturunan Raksasa yang sangat sakti dan berkuasa bernama Mayadanawa. Dengan kesaktiannya, Mayadenawa mampu berubah wujud menjadi apa saja. Mayadenawa menguasai daerah yang luas meliputi Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan. Raja ini terkenal kejam dan tidak mengijinkan rakyatnya untuk memuja dewa serta menghancurkan semua pura yang ada. Rakyat tidak berani melawan karena kesaktian Mayadenawa.
Lalu tersebut pula seorang pendeta bernama Mpu Kulputih. Beliau yang sedih melihat melihat kondisi rakyat akhirnya melakukan semedi di Pura Besakih memohon petujuk para Dewa untuk mengatasi Mayadenawa. Dewa Mahadewa kemudian memerintahkan beliau pergi menuju Jambu Dwipa (India) untuk meminta bantuan. Singkat cerita, bantuan pasukan datang dari India dan kahyangan untuk memerangi Mayadenawa dipimpin oleh Dewa Indra. Namun Mayadenawa sudah mengetahui kedatangan pasukan ini berkat banyaknya mata-mata. Perang dashyat pun terjadi dengan korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Akhirnya pasukan Mayadenawa kocar-kacir dan melarikan diri meninggalkan sang. Namun Mayadenawa belum mau menyerah begitu saja. Pada malam hari di saat jeda perang, Mayadenawa diam-diam menyusup ke tempat pasukan kahyangan dan memberi racun pada sumber air mereka. Agar tidak ketahuan, Mayadenawa berjalan hanya dengan menggunakan sisi kakinya. Tempat inilah yang kemudian dikenal dengan Tampak Siring. Pagi harinya, pasukan kahyangan meminum air dan keracunan. Dewa Indra tahu racun berasal dari sumber air, sehingga beliau menciptakan mata air baru yang sekarang dikenal dengan Tirta Empul. Berkat Tirta empul, semua pasukan yang keracunan bisa pulih kembali. Sungai yang terbentuk dari Tirta Empul kemudian dikenal dengan nama Tukad Pakerisan.
Dewa Indra mengejar Mayadenawa yang nelarikan diri dengan pembantunya. Dalam pelarian, Mayadenawa sempat mengubah wujudnya menjadi Manuk Raya (burung besar). Tempatnya berubah wujud sekarang dikenal dengan Desa Manukaya. Namun Dewa Indra terlalu sakti untuk dikelabui sehingga selalu mengetahui keberadaan Mayadenawa walopun sudah berubah wujud berkali-kali. Sampai akhirnya Dewa Indra mampu membunuh Mayadenawa. Darah Mayadenawa mengalir dan menjadi sungai yang dikenal dengan Tukad Petanu.

Sungai ini konon telah dikutuk. Bila airnya digunakan untuk mengairi sawah, padi akan tumbuh lebih cepat namun darah akan keluar di saat panen dan mengeluarkan bau. Kutukan akan berakhir setelah 1000 tahun. Kemenangan Dewa Indra atas Mayadenawa kemudian menjadi simbol kemenangan kebaikan (Dharma) melawan kejahatan (Adharma) yang diperingati sebagai Hari Galungan. Pada Hari Raya Galungan, ada tradisi untuk membuat Penjor. Penjor adalah simbol dari Gunung sekaligus simbol dari keberadaan para Dewa. Penjor berbentuk seperti umbul-umbul dengan bahan tiang dari bambu dan hiasan utama janur, padi, kelapa, buah serta hasil-hasil bumi lainnya. Ini sebagai simbol bahwa semua hasil bumi yang kita nikmati berasal dari Tuhan. Penjor biasanya dibuat sehari sebelum Galungan.

Selasa, 20 Mei 2014

Galungan lan Kuningan

Om Swastyastu,
Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan lan Kuningan semeton, Dumogi stata ngemolihang kerahayuan ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa  Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om

Sabtu, 03 Mei 2014

Ilmu baru untuk FPMHD Unud “Jurnalistik”

Hari Sabtu, 3 Mei 2014 sore jam 15.30 WITA, FPMHD Unud mendapat pembelajaran dari I Nengah Muliarta, S.Si,M.Si terkait tentang Jurnalistik. Diskusi yang diikuti beberapa fungsionaris FPMHD dan Penasehat FPMHD Unud membahas hal-hal terkait jurnalistik. Hal-hal yang dibahas seperti bagaimana menulis berita, isi berita, unsur berita, dan beberapa contoh tentang berita yang baik. Diskusi yang berlangsung selama lebih dari 1 jam ini juga diisi dengan simulasi terkait bagaimana informasi tentang suatu peristiwa itu bisa berubah arti saat didengar dari beberapa narasumber. Ada beberapa contoh liputan berita yang diputar saat diskusi, seperti liputan tumpek landep, liputan satu pura tiga umat dan paket nyepi. Akhir diskusi diisi dengan beberapa pertanyaan dari fungsionaris tentang berita, lead, plagiat maupun kebebasan pers. (HIJ).