Jumat, 27 Juni 2014

“Sastra Nawa Natya”- 9 Syarat Pemimpin !


Sastra Nawa natya merupakan salah satu Naskah Jawa Kuno dimana didalamnya menyebutkan tentang tata cara memilih pemimpin yang berintegritas pada rakyat. Dalam ajaran Hindu pemimpin disebut Raaja. Raaja dalam ajaran Nitisastra artinya dia yang telah membahagiakan rakyat. Raaja itu bukan Raja yang artinya pengumbar nafsu. Dalam era demokrasi yang Raaja adalah rakyat pemilih Raaja untuk memilih pemimpin yang dapat mengurus kepentingan masyarakat luas dan ibarat seperti memilih bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman kehidupan. Dalam Lontar Nawa Natya disebutkan, bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah, bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh hama penyakit, hijau daunnya, dan tidak mudah layu. Dalam memilih pemimpin hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga tersebut. Dalam naskah Nawa Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih sebagai pemimpin yang disebut Nawa Natya yaitu:
Pradnya Widagda artinya, bijaksana dan menguasai serta mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang berilmu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainya ke dalam otaknya. Apalagi, ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan kebingungan. Orang yang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu belum juga cukup hanya menjadi alat untuk memeperkuat diri. Ilmu harus mampu diekspresikan hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang demikian itulah yang disebut Pradnya Widadga.
Parama Artha artinya, orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama artinya, utama atau mulia dan Artha artinya, tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah, orang yang dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti pada Tuhan dan pengabdianya pada sesama inilah akan membuat mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan. Inilah cita-cita mulia seperti kehidupan Panca Pandawa.
Wira Sarwa Yudha artinya, pemberani dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kehidupan tertib sipil, sikap Wira Sarwa Yudha itu tidak takut menghadapi masalah yang terjadi dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari persoalan yang dihadapi dalam pekerjaanya. Setiap persoalan yang timbul hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat Yadnya. Artinya, melakukan sesuatu yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab, yang terbaik adalah sesuatu yang berdasarkan kebenaran, berjalan di jalan kebenaran dan menuju kebenaran.
Dirotsaha artinya, teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata Dira artinya teguh atau tekun dan Utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan terlebih di zaman Kali dewasa ini tentunya banyak persoalan-persoalan yang tidak begitu gampang menuntaskanya. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam berupaya mencari solusi. Keteguhan dan ketekunan ini bukanlah suatu keangkuhan. Keteguhan dan ketekunan didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan di sertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memeberikan petunjuk pada mereka yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran serta rajin menampung aspirasi rakyat.
Pragi Wakya artinya, pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menyampaikan buah pikiranya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain. Kalau tidak memiliki kemampuan Pragi Wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi Wakya akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
Sama Upaya artinya, taat pada janji. Janji itu adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh sembarang berjanji. Setiap janji harus dianalisa secara mendalam bahwa janji itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha artinya, orang yang tidak memiliki pamerih pribadi yang sempit. Orang tidak akan terjebak pada pamerih yang sempit apabila keyakinanya sangat mendalam tentang kebenaran ajaran Karma Phala. Sebab, hanya perbuatan yang baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang baik sesuai dengan Swadharma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra artinya, tahu mengatasi kerusuhan. Mirip dengan ilmu manajemen krisis dewasa ini. Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara merupakan ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan juga sudah memiliki berbagai upaya untuk mencegahnya, jadi jika sampai kerusuhan itu muncul, pemimpin sudah punya konsep untuk mengatasinya.
Wiweka artinya, kemampuan menganalisa untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Selain itu, mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dan sebagainya. Hal ini, tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja. Sikap itu harus dilakukan melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat, di samping harus ada bakat.

Sumber: Bali Post, Carang Sari-Warta Hindu Dharma Berwawasan Global

0 komentar:

Posting Komentar