Minggu, 29 Juni 2014

Video Ucapan Selamat HUT FPMHD Universitas Udayana XXII

Jumat, 27 Juni 2014

“Sastra Nawa Natya”- 9 Syarat Pemimpin !


Sastra Nawa natya merupakan salah satu Naskah Jawa Kuno dimana didalamnya menyebutkan tentang tata cara memilih pemimpin yang berintegritas pada rakyat. Dalam ajaran Hindu pemimpin disebut Raaja. Raaja dalam ajaran Nitisastra artinya dia yang telah membahagiakan rakyat. Raaja itu bukan Raja yang artinya pengumbar nafsu. Dalam era demokrasi yang Raaja adalah rakyat pemilih Raaja untuk memilih pemimpin yang dapat mengurus kepentingan masyarakat luas dan ibarat seperti memilih bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman kehidupan. Dalam Lontar Nawa Natya disebutkan, bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah, bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh hama penyakit, hijau daunnya, dan tidak mudah layu. Dalam memilih pemimpin hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga tersebut. Dalam naskah Nawa Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih sebagai pemimpin yang disebut Nawa Natya yaitu:
Pradnya Widagda artinya, bijaksana dan menguasai serta mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang berilmu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainya ke dalam otaknya. Apalagi, ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan kebingungan. Orang yang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu belum juga cukup hanya menjadi alat untuk memeperkuat diri. Ilmu harus mampu diekspresikan hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang demikian itulah yang disebut Pradnya Widadga.
Parama Artha artinya, orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama artinya, utama atau mulia dan Artha artinya, tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah, orang yang dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti pada Tuhan dan pengabdianya pada sesama inilah akan membuat mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan. Inilah cita-cita mulia seperti kehidupan Panca Pandawa.
Wira Sarwa Yudha artinya, pemberani dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kehidupan tertib sipil, sikap Wira Sarwa Yudha itu tidak takut menghadapi masalah yang terjadi dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari persoalan yang dihadapi dalam pekerjaanya. Setiap persoalan yang timbul hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat Yadnya. Artinya, melakukan sesuatu yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab, yang terbaik adalah sesuatu yang berdasarkan kebenaran, berjalan di jalan kebenaran dan menuju kebenaran.
Dirotsaha artinya, teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata Dira artinya teguh atau tekun dan Utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan terlebih di zaman Kali dewasa ini tentunya banyak persoalan-persoalan yang tidak begitu gampang menuntaskanya. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam berupaya mencari solusi. Keteguhan dan ketekunan ini bukanlah suatu keangkuhan. Keteguhan dan ketekunan didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan di sertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memeberikan petunjuk pada mereka yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran serta rajin menampung aspirasi rakyat.
Pragi Wakya artinya, pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menyampaikan buah pikiranya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain. Kalau tidak memiliki kemampuan Pragi Wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi Wakya akan diperoleh melalui kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
Sama Upaya artinya, taat pada janji. Janji itu adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh sembarang berjanji. Setiap janji harus dianalisa secara mendalam bahwa janji itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha artinya, orang yang tidak memiliki pamerih pribadi yang sempit. Orang tidak akan terjebak pada pamerih yang sempit apabila keyakinanya sangat mendalam tentang kebenaran ajaran Karma Phala. Sebab, hanya perbuatan yang baiklah yang akan memberikan hasil yang baik. Karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang baik sesuai dengan Swadharma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra artinya, tahu mengatasi kerusuhan. Mirip dengan ilmu manajemen krisis dewasa ini. Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara merupakan ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan juga sudah memiliki berbagai upaya untuk mencegahnya, jadi jika sampai kerusuhan itu muncul, pemimpin sudah punya konsep untuk mengatasinya.
Wiweka artinya, kemampuan menganalisa untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Selain itu, mampu mengambil sikap mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dan sebagainya. Hal ini, tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja. Sikap itu harus dilakukan melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat, di samping harus ada bakat.

Sumber: Bali Post, Carang Sari-Warta Hindu Dharma Berwawasan Global

Kepemimpinan dimata “Hindu”


Ke-pemimpin-an, sepatah kata sederhana yang banyak ditemui pada berbagai lapisan masyarakat. Apa itu kepemimpian ? Kepemimpinan lebih menitkberatkan kepada kemampuan seseorang dalam mengkoordinir suatu kelompok orang untuk mencapai sutu tujuan tertentu. Arti kata yang sangat sederhana dan jika lebih menjelaskan mengenai subyek yang berperan untuk hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan menghilangkan imbuhan ke-an pada kepemimpinan kemudian menambahkan awaln pe – dan terwujudlah kata “PEMIMPIN”. Semudah itukah ??
Kepemimpinan dalam Hindu juga juga bukan merupakan hal yang baru. Kunci pokok Kepemimpinan adalah mampu menjalankan swadharmanya sebagai sesorang yang di percayai menjadi pemimpin. Agama Hindu yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya memiliki banyak konsep tentang bagaima menjalankan hidup yang baik termasuk bagaimana cara seorang pemimpin menjalankan kewajiban dalam kepemimpinannya. Konsep kepemimpinan itu banyak tertulis di weda, lontar-lontar termasuk kekawin Ramayana.
Ajaran kepemimpinan dalam kekawin Ramayana secara sederhana dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang melakoni kisah tersebut. Sebagai contoh adalah Prabu Dasaratha yang merupakan wujud dari ajaran pengendalian diri yaitu pemimpin harus dapat mengendalikan sepuluh indrianya. Dengan mengendalikan sepuluh indria itu maka baik pikiran, perkataan, maupun perkataan dapat terarah dan saling bersinergi. Sri Rama putra pertama dari prabu sang Dasaratha di wujudkan sebagai Dharma. Rama yang di gambarkan sebagai sosok cerdas, cekatan, dan penuh pengabdian merupakan sosok yang ideal dalam melaksanakan Dharma dengan segala kebjaksanaannya. kemudian Kama yang diwujudkan sebagai Laksmana yang menyatakan bahwa cerdas dan cekatan saja tidak cukup untuk mendukung Dharma, tetapi ada pula Bhakti, cinta kasih dan kesetiaan. Bhakti adalah artha yang paling mulia yang harus dimiliki oleh abdi Dharma dan diwujudkan sebagai Bharata. Hal lain yang tidak boleh dilupakan oleh pemimpin yang ideal adalah keperwiraan atau semangat juang yang tinggi. Tanpa keperwiraan pemimpin itu tidak akan berbagai bentuk tantangan. Karena, keberhasilan pemimpin semata-mata ditentukan oleh kemampuan menghadapi dan mengatasi masalah. Hal tersebut terwujud pada Satrughna. Orang yang mampu dan berhasil mengatasi tantangan, terutama sifat-sifat jahat dalam diinya adalah orang yang berhasil mencapai moksa atau kebahagiaan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah Dewi Sita yang merupakan putri Bhumi, lambang artha/materi, yaitu kemakmuran, keindahan dan gairah hidup. Sita dapat dipersunting hanya melalui perjuangan atas dasar Dharma dan untuk menegakkan dharma. Untuk itu perlu bantuan Hanoman : prana ‘nafas hidup yang suci’. Sugriwa : wiweka ‘kemampuan menimbang’ dan Wibisana ; niti ‘ kecerdasan’.
Selain itu, beberapa petikan sloka berikut dapat menjadi dasar sifat pemimpin yang diharapkan menurut Hindu :
Kadi megha manghudanaken,
padanira yar wehaken ikang dana
dinanda krepana ye wineh
nguni-nguni dang hyang dang acarya
(kekawin Ramayana I:5)
Artinya :
Bagaikan mendung menjatuhkan hujan, denikian persamaan sang pemimpin ketika melimpahkan anugerah dana kepada orang miskin, orang yang sakit, orang yang jompo, terlebih-lebih kepada orang suci, dan pada guru.

Mang satya ta sira ta sira mojar
ring anakibi towi tar mresawada
nguni-nguni yan ri prajana,
priyahita sojar niratisaya
(Kekawin Ramayana I:6)
Artinya :
Dan sang pemimpin ialah satya wacana, tidak berkata Bohong kepada perempuan, terlebih-lebih kepada rakyat, tutur kata beliau selalu menyejukkan hati masyarakat

Kepemimpinan dalam Hindu lebih mengideologikan Dharma. Dharma yang menjadi poros kepemimpinan Hindu dapat digambarkan ssebagai berikut : Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya, kemakmuran dan keindahan adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki karakter mulia yang didasarkan atas Dharma serta menjunjung tinggi rakyatnya maka niscaya asetiap pemimpin akan dapat menjalankan swadharmanya untuk mencapai kebahagiaan baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.


*) diolah dari berbagai sumber

Senin, 23 Juni 2014

Baksos FPMHD-Unud

Dalam menyambut ulang tahun FPMHD-Unud yang ke XXII, FPMHD-Unud menggelar bakti sosial yang dilaksanakan di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Bakti Sosial ini merupakan acara kedua dari rentetan acara untuk menyambut ulang tahun FPMHD-Unud. Acara pertama adalah Tirta Yatra ke Nusa Penida. Bakti sosial yang diadakan pada Hari Sabtu, 21 Juni 2014 terdapat 2 kegiatan yaitu Pengobatan Gratis dan Penanaman Pohon. Kegiatan Penanaman Pohon dilaksanakan di lapangan di desa tersebut. Sementara untuk pengobatan gratis dilaksanakan di Kantor Desa Serangan.
Kedua kegiatan ini dilakukan secara bersamaan, untuk penanaman pohon dibantu oleh rekan-rekan dari Grafatar (Gerakan Fajar Nusantara) selain penanaman pohon juga dilakukan mereresik di areal Pura Sakenan yang didahului dengan kegiatan persembahyangan tentunya. Untuk kegiatan pengobatan gratis dibantu oleh rekan-rekan dari Tim Bantuan Medis Universitas Udayana, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Sanglah, Tim dokter, Puskesmas, dan sponsor.
Menurut Manis selaku Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud, masyarakat yang hadir saat pengobatan gratis ada 60 orang. Selain itu, acara baksos kali ini berjalan lancar walau ada sedikit masalah sebelum pelaksanaan pengobatan gratis.

Siapa manis ??? tunggu artikel berikutnya tentang Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud XXII.