Forum
Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana (FPMHD Unud) adalah
satu-satunya wadah berkumpul bagi seluruh mahasiswa yang beragama Hindu yang
menuntut ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan ketrampilan bekal hidup dan
kehidupan di Universitas Udayana. Tujuan dibentuknya FPMHD Unud adalah untuk
menghimpun segenap kekuatan fisik, mental dan intelektual yang dimiliki
mahasiswa Hindu Unud untuk mempelajari Kitab Suci Agama Hindu (Weda), menjaga
dan melestarikan seni, budaya, adat dan bahasa Bali yang dijiwai agama Hindu
sehingga mahasiswa Hindu Unud nantinya akan tumbuh dan berkembang menjadi
generasi muda Hindu yang mampu dan dapat dihandalkan menjadi kader berkualitas
bagi dirinya sendiri, keluarga, orang lain, umat, bangsa dan negara.
Itulah
pesan penting yang dititipkan para pendiri FPMHD Unud kepada penerusnya pada
khususnya dan mahasiswa Hindu seluruh Bali pada umumnya. Pesan tersebut
terumuskan (dalam bahasa yang berbeda) dalam Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis (PU/PT)
FPMHD Unud periode 1992 – 1994 yang disusun Tim Sebelas yang terdiri dari I
Dewa Putu Gandita Rai Anom dan I Ketut Anjasmara (PSTP), I Gusti Putu Artha, I
Wayan Ananta
Widjaja dan I Made Suwardiana (FP), Dewa Made Suka, Made Adiptayasa dan Ida Bagus
Panca Sidharta (FH), Putu Dharmana Matra Tenaya dan Made Nurbawa (FE) dan Putu
Premana Suarjaya (FK).
FPMHD
Unud terbentuk pada 28 Juni 1992 melalui peparuman agung mahasiswa Hindu Dharma
Universitas Udayana di auditorium Unud di Jl. PB Sudirman Denpasar. Proses
pembentukan FPMHD Unud ini terbilang lama dan melalui sejumlah tahapan
prakondisi yang unik, tidak berdiri sendiri dan mengalami sejumlah penolakan.
Pada 1990 sejumlah tokoh mahasiswa FP Unud yang tergabung dalam Kelompok Studi
Kompos menyelenggarakan Nyepi Kampus pertama di Auditorium Unud. Mereka terdiri
dari I Made Suwardiana, Wayan Puspa Negara (kini anggota DPRD Badung), I Wayan
Ananta Widjaja dan Putu Tangkas Kawidana. Di tempat terpisah, di FK Unud sudah
ada wadah yang menghimpun mahasiswa Hindu. Namun, wadah itu masih bersifat
sangat lokal dan belum dikenal aktivis Unud, termasuk oleh SMPT. Mereka sudah
sering melakukan kegiatan di kampus, namun masih eksklusif hanya untuk
mahasiswa FK.
Tanggal
2 s.d 9 Mei 1991 dilangsungkan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) di
Unibraw Malang. Dua tokoh aktivis mahasiswa Unud yakni Ketua SMPT I Gusti Putu
Artha dan Redaktur Pelaksana PKM Akademika I Dewa Putu Gandita Rai Anom (Dewa
Rai Anom) dikirim untuk itu. Di sela-sela kegiatan Pimnas, secara mengejutkan keduanya
‘diculik’ sejumlah aktivis mahasiswa Hindu Malang dibawah dukungan pembina
Unikahida Unibraw Malang dr. Putu Moda Arsana. Mereka dibawa ke rumah dr Moda
Arsana untuk diinterogasi kemudian ke Wisma Banteng milik TNI AL tanpa diberi
makan sampai lewat tengah malam. Pertanyaan mereka, mengapa di Bali tidak ada
wadah mahasiswa Hindu? Bukankah Unud perguruan tinggi negeri dengan jumlah
mahasiswa Hindu terbesar? Para ‘penculik’ lantas menceritakan terbentuknya ICMI
(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) di Malang dan mendesak dengan keras agar
di Bali dan di Indonesia segera dibentuk organisasi mahasiswa Hindu. Sama
dengan HMI, GMNI, GAMKI, PMKRI dan Gemabudhis.
Dari
Malang Artha dan Dewa Rai Anom tidak ke Bali. Mereka ke Surabaya, mengikuti
Nyepi di Kampus ITS Sukolilo. Di situ mereka mengikuti pertemuan dengan
mahasiswa Hindu Jabar, Yogyakarta, Jakarta, Malang, Jember, Surabaya, NTB, dan
Bali membicarakan ide pembentukan wadah nasional bagi mahasiswa Hindu
Indonesia. Hasilnya dilaksanakan pertemuan di Bali pada September 1991 di
Universitas Warmadewa dengan terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan pendahuluan
dan Mahasiswa Hindu Unud didaulat sebagai koordinator wilayah Bali dan
nasional. Salah satu alasan pertemuan dilaksanakan di Unwar, ya karena di Unud
belum ada wadah.
Beberapa saat setelah pertemuan Sukolilo ini, Juni 1991 muncul
berita di Tabloid Iqra’ tentang Hindu di Bali. Isinya sangat melecehkan,
meremehkan, merendahkan dan menyakiti umat Hindu. Salah satunya menyebut canang
sari berisi dupa pada bemo jurusan Ubung – Sanglah terkadang berisi kemenyan
sebagai sarana mengundang setan, bukan pemujaan Tuhan. Pemberitaan itu mengundang
reaksi keras umat Hindu. Mahasiswa Hindu di Bali membentuk Forum Mahasiswa
Hindu Daerah Bali, pimpinan SMPT se-Bali menyatakan sikap, demikian pula
sejumlah sekeha truna. Kasus tabloid Iqra’ itu melecut semangat perjuangan
terbukti ketika dilaksanakan kegiatan penghijauan di Mangrove Suwung Kangin
Juni 1991 hampir semua perguruan tinggi dan Ormas Kepemudaan yang tergabung
dalam KNPI didukung Pemprov Bali berpartisipasi. Sebuah modal yang bagus untuk
membangun wadah mahasiswa Hindu.
Juli
1991 tokoh-tokoh aktivis mahasiswa Hindu Unud terprovokasi. IGP Artha, Dewa Rai
Anom, Dewa Made Suka, dan kawan-kawan benar-benar melakukan konsolidasi total.
Semua pimpinan Ikatan Mahasiswa Jurusan, Senat Mahasiswa fakultas diloby,
pimpinan UKM, pimpinan fakultas sampai pimpinan Unud semuanya didekati.
Hasilnya sungguh seperti dugaan. Tidak semuanya mendukung. Sebagian terang
terangan menolak sebagian tidak punya sikap, sebagian lagi mendukung dengan
sikap menyelidik. Yang menolak mengatakan, “buat apa bikin organisasi lagi.
Kita kan mayoritas. Tidak perlu.” Namun ketika ditanya sudah pernahkah
mengadakan persembahyangan Saraswati bersama, Tri Sandya bersama atau mengucap
salam panganjali umat Om swastyastu seperti halnya umat Islam mengucap assalamu
waalaikum? Tidak ada jawaban.
Dengan tekad bulat, semangat tak kenal
menyerah, dan tidak perlu malu, dan dukungan luar biasa dari PR III kala itu
dr. Nyoman Agus Bagiada dan Rektor Prof. Dr. Nyoman Sutawan, M.Sc akhirnya
tokoh-tokoh aktivis mahasiswa Hindu IGP Artha, Dewa Rai Anom, Ananta Wijdaja, dkk berhasil mendapat
kesempatan melakukan sosialisasi di sela-sela Ospek Mahasiswa Baru. Dan, ternyata,
respon yang diberikan sangat menggembirakan. Sebagian besar mendukung. Itulah
sebabnya, ketika peparuman agung pertama auditorium Unud yang di Jl. PB
Sudirman penuh.
Ujian
pertama atas dukungan mahasiswa baru dibuktikan pada kegiatan Gema Bhakti
Saraswati se-Bali pada Mei 1991. Gema Bhakti Saraswati yang diisi
persembahyangan bersama, diskusi agama, pertunjukan wayang hingga Banyu Pinaruh
itu dipenuhi mahasiswa. Meriah sekali kegiatan itu. Dukungan selanjutnya
dibuktikan pada peparuman agung pertama 26 s.d. 28 Juni 1992.
Sebagai
wadah yang baru terbentuk pada 28 Juni 1992, FPMHD Unud belum memiliki
alat-alat kelengkapan. Belum ada pengurus, sekretariat, uang, program kerja dan
lainnya. Karena itu, dengan bekal pengetahuan dan pengalaman berorganisasi, jauh
sebelum FPMHD terbentuk, para pendiri FPMHD Unud lebih awal melakukan
pendekatan (lobying) untuk mendapatkan
sekretariat. Audiensi dengan Gubernur Bali (kala itu Ida Bagus Oka) dilakukan.
Hasilnya beliau mengijinkan rumahnya di Jl. IB Oka 5 sebagai sekretariat
mahasiswa Hindu. Gratis.
Koordinator
pertama FPMHD Unud adalah I Dewa Putu Gandita Rai Anom (PSTP), didampingi
Sekjen I Ketut Anjasmara (PSTP), Waka Sekjen Putu Dharmana Matra Tenaya (FE),
dan Kepala Lima Kabid (Bina Dharma, Bina Warga, Bina Kriya dan Bina Sanjiwani).
Periode kepengurusan dua tahun yakni 1992 – 1994. Oleh karena sesuai PU/PT
FPMHD Unud sifat keanggotaan adalah pasif, maka seluruh mahasiswa Hindu Unud
otomatis menjadi anggota. Namun agar ada tanda anggota sekaligus untuk
memudahkan pengumpulan dana kegiatan, dibuat kartu anggota. Dalam kartu anggota itu tercantum logo FPMHD
Unud berupa padma asta dala (bunga padma berdaun delapan), warna merah, putih
dan hitam (tri datu sebagai simbol Tri Murti), dan dibelakangnya tercantum tiga
motto FPMHD Unud yakni : (1) IKANG DHARMA INARANAN WIDHI (yang berarti
kebenaran itu adalah Tuhan); (2) DHARMA RAKSATI RAKSITAH (yang berarti siapa
saja yang ngeraksa (menjaga, memelihara dan membela kebenaran/dharma) maka
orang itu sendiri akan dilindungi oleh dharma; dan (3) SATYAM EVA JAYATE
(kebenaran/kejujuran pasti selalu menang).
Baru
dua bulan terbentuk, tugas berat langsung menghadang. Dalam rapat terbatas di
Kampus FE Unud Agustus 1992, FPMHD Unud didaulat menjadi Koordinator Wilayah Mahasiswa
Hindu se-Bali dalam rangka menyukseskan Sarasehan Nasional Mahasiswa Hindu
Indonesia di Universitas Warmadewa, September 1992. Sarasehan itu berlangsung
panas ketika membicarakan soal Kongres Mahasiswa Hindu. Pertarungan politik
kecil-kecilan muncrat di sana. Kelompok Unibraw-Malang dan Unej yang mendesak
pembentukan wadah nasional mahasiswa Hindu formal bentrok pemikiran dengan
kelompok UGM, Unpad, ITB dan Unud yang tak mau memaksakan wadah formal.
Alhasil,
disepakati Kongres MHDI diadakan September 1993 di Bali. Ketua Umum Panitia
dipercayakan pada Koordinator FPMHD Unud I Dewa Putu Gandita Rai Anom dengan
Ketua Panitia Pengarah Made Wisnu Kusuma Wardhana (Unikahida Malang) dan Ketua
Panitia Pelaksana I Gusti Ngurah Wiradarma (Unwar). Setahun setelah itu,
Kongres I MHDI berhasil diselenggarakan di kampus Unhi Denpasar dan KMHDI pun
terbentuk. Peran FPMHD Unud sangat besar dalam agenda itu.
Tak
lama setelah menangani Kongres Nasional I MHDI kembali FPMHD Unud diberi beban
untuk menangani kasus pembangunan pariwisata Bali yang dinilai tidak pro Bali.
Dibentuklah Forum Mahasiswa Hindu Bali yang kemudian mengkoordinasikan aksi
demonstrasi bercorak Bali pertama dalam penolakan pembangunan kepariwisataan
Bali. Koordinator wadah ini lagi-lagi Koordinator FPMHD Unud I Dewa Putu
Gandita Rai Anom dengan fokus perjuangan menolak pembangunan megaproyek Bali
Nirwana Resort di Desa Beraban, Kediri – Tabanan, dekat Pura Kahyangan Jagat:
Tanah Lot. Hasil pergerakan ini adalah Bhisama Kesucian Pura PHDI Pusat, revisi
Perda RTRWP Bali dan perubahan desain BNR. Hanya itu.
Itu
aktivitas keluar. Ke dalam banyak rintisan dilakukan, mulai dari pengucapan
panganjali umat Om Swastyastu, persembahyangan bersama pada saat Hari Saraswati
di Kampus, latihan yoga, latihan majejaitan, latihan pesantian, tirta yatra
untuk mengenal tempat suci di Bali maupun luar Bali, latihan manajemen
organisasi lanjut mengkondisikan setiap pemilihan pimpinan organisasi
kemahasiswaan agar yang terpilih adalah orang Hindu, konsultasi dengan Ormas
kepemudaan lain seperti HMI, PMKRI, GAMKI dan KNPI, dan penerbitan tabloid Media Saraswati.
Meskipun
begitu banyak aktivitas pada periode pertama 1992 – 1994, ternyata, ketika
Forum harus memilih koordinator baru, tidaklah mudah. Sangat sedikit yang mau
menjadi Koordinator dan Sekjen. Peparuman Agung hanya dihadiri segelintir
mahasiswa. Itu semua sebagai akibat status lembaga yang semiformal. Namun tetap
harus disyukuri, disaat kondisi demikian sulit, muncul keberanian atau mungkin
kenekatan dari kader hingga bersedia menjadi koordinator hingga akhirnya Forum
tetap ada sampai saat ini. Ni Made Suwariyati adalah Koordinator kedua yang
terpilih secara ‘paksa’ setelah melalui isak tangis dan mungkin sakit hati.
Kadek Suwariyati menjabat hingga 1994. Sekjennya dijabat AA Putra Iryana.
Selanjutnya, periode 1996-1998 Nyoman Sri Susanti menjadi Koordinator. Demikian
seterusnya dan seterusnya. I Dewa Putu Gandita Rai Anom kini menjadi PNS di
Kantor Gubernur Bali, menjabat sebagai Kasubag Penyaringan dan Pengolahan
Informasi Lembaga Nonpemerintah dan Media Massa, Kadek Suwariyati menjadi dosen
di ISI Denpasar, dan Nyoman Sri Susanti memilih berkarier di swasta.
Masih
banyak yang belum terungkap dari perjalanan FPMHD Unud yang jika ditulis mungkin
cukup panjang. Nama Forum dipilih karena itulah strategis terbaik pada saat itu.
Artinya itu adalah pilihan mengenai strategis perjuangan karena saat itu
istilah forum sedang ngetren. Alasan kedua pemilihan terminologi Forum adalah
melalui FPMHD Unud pendiri ingin menggugah kesadaran semua kalangan Hindu untuk
mulai dengan sungguh-sungguh melihat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG)
berkenaan dengan pembangunan SDM Hindu Indonesia. Minimnya pembinaan generasi
muda Hindu menjadi masalah sangat serius. Karenanya, mengajak mahasiswa menjadi
aktivis umat akan mampu memberi banyak pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kecerdasan berorganisasi yang sangat penting untuk bekal kehidupan masa depan
umat dan bangsa di segala bidang termasuk politik.
Ketiga,
terminologi Persaudaraan dipilih untuk membangun sebuah kesadaran bersama bahwa
semua mahasiswa Hindu di Unud adalah satu saudara. Panggilan bli dan mbok pun
dipilih untuk mengaktualisasikan bentuk persuadaraan itu. Hingga saat ini,
FPMHD UNUD tetap dan akan mempertahankan eksistensi baik di lingkungan
Universitas Udayana maupun di lingkungan masyarakat luas, berbangga menjadi
pemuda Hindu. Astungkara.
Tulisan Oleh: Gandita Rai Anom (Salah Satu Pendiri sekaligus Koordinator I FPMHD Unud)
0 komentar:
Posting Komentar