Senin, 12 Februari 2018

Silabus Lomba Dharma Shanti Penyepian (DSP VII) 2018

Om Swastiastu
Hallo treman-teman kami dari panitia Darma Santhi Panyepian VII Çaka warsa 1940 Universitas Udayana mengadakan perlombaan Lomba Cerdas Cermat, Lomba Nyurat, Lomba Essai Wawasan Keagamaan ( tingkat SMA/SMK se-Bali dan Perguruan Tinggi se-Indonesia). Untuk kententuan masing-masing lomba dapat dibaca pada silabus berikut

Silabus Lomba Cerdas Cermat Tingkat SMA/K se-Bali : DISINI
Silabus Lomba Nyurat Aksara Bali Tingkat SMA/K se-Bali : DISINI
Silabus Lomba Esai Tingkat SMA/K se-Bali : DISINI
Silabus Lomba Esai Tingkat Perguruan Tinggi (Nasional) : DISINI

Kami tunggu kontribusi kalian !
Om Santih, Santih, Santih, Om

Selasa, 16 Januari 2018

Kisah Lubdhaka, Pemburu Yang Masuk Alam Siwa

Diceritakan hiduplah seorang pemburu yang tinggal di puncak gunung. Pemburu itu bernama Lubdhaka. Penghidupan utamanya adalah dengan cara berburu di tengah hutan. Berbagai macam hewan diburunya, seperti harimau / mong, babi hutan, gajah dan badak. Suatu pagi, bahkan sebelum matahari terbit dia sudah pergi menuju hutan belantara untuk berburu, sayangnya pemburuan hari itu tidak mendapatkan hasil. Di tengah kekecewaannya, Lubdhaka kemudian mencari sumber mata air, dengan pemikiran bahwa pasti akan ada hewan yang pergi kesana untuk meminum air. Setelah mencari-cari, akhirnya Lubdhaka menemukan sebuah telaga. Di tepi telaga itu terdapat sebuah pohon Bila yang rimbun. Lubdhaka pun bersembunyi di sekitar telaga tersebut dan dengan sabarnya menanti hewan yang akan lewat. Tak terasa senja kemudian mulai menjemput, tak ada satu pun hewan yang melewati daerah itu, perlahan hari mulai gelap dan sepi. Kala itu Lubdhaka berpikir untuk bermalam di hutan saja, dan akan pulang keesokan paginya, padahal sejak pagi dia tidak makan sama sekali. Untuk menghindari serangan hewan buas, Lubdhaka kemudian memanjat pohon Bila di tepi telaga itu, dia naik dan duduk di dahan yang menjulur di atas telaga. Malam kemudian berubah menjadi semakin larut, suasana sangat sepi dan mencekam, Lubdhaka hingga tidak berkata sepatah kata apapun saking terbawa suasana tersebut. Malam itu merupakan malam yang paling gelap, sebab bertepatan dengan sehari sebelum Tilem Magha (Tilem Kapitu). Saat itu, Lubdhaka memetik satu demi satu daun Bila, dan kemudian dijatuhkannya ke telaga untuk mengusir kantuk dan menghilangkan ketakutannya. Pada petikan daunnya yang keseratus delapan rupanya bertepatan dengan tengah malam, sebagai puncak Yoga dari Dewa Siwa. Daun-daun yang dijatuhkan ke telaga mengenai lingga Dewa Siwa yang muncul dari dalam telaga.
Keesokan paginya, Lubhdaka pulang dengan tangan hampa. Berselang beberapa waktu, Lubdhaka menderita sakit dan akhirnya meninggal. Rohnya dijemput oleh Yamabala (pasukan Dewa Yama) untuk dihukum di neraka, karena kesalahan dan dosa-dosanya selama hidup. Di tengah perjalanannya, pasukan itu dihadang oleh pasukan Dewa Siwa yang ingin membawa Lubdhaka ke Siwa Loka. Roh Lubdhaka diperebutkan oleh pasukan Dewa Yama dan Dewa Siwa, yang dimenangkan oleh pasukan Dewa Siwa. Mendapati kejadian itu, Dewa Yama menghadap Dewa Siwa, untuk meminta penjelasan. Dewa Siwa kemudian menyatakan bahwa Lubdhaka berhak memasuki Siwa Loka karena tapanya pada saat prawani Tilem Kapitu yang disebut malam Siwa (Siwalatri).

Melalui cerita ini, sesungguhnya terdapat nilai-nilai luhur yang tersirat. Bukan berarti hanya dengan begadang dan berpuasa dalam sehari saja semua dosa dapat dileburkan. Cerita ini sesungguhnya adalah sebuah pengantar yang mesti dikaji lebih mendalam lagi makna-makna, dan lambang yang tersembunyi di baliknya, tidak tidur merupakan sebuah simbol agar selalu waspada, dan bisa membedakan mana yang gelap dan mana yang terang, hakikatnya adalah dari aturu menjadi atutur . Momentum ini hendaknya digunakan untuk introspeksi diri dan perenungan agar bisa menjadi pribadi yang semakin baik, dan berguna bagi semua kalangan, umat seyogyanya selalu introspeksi diri, belajar memaknai kesejatian diri, dan tidak lupa bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Satyam Eva Jayate !