Hari Raya Galungan mempunyai
cerita sendiri dan makna tersendiri bagi setiap individu. Berikut sedikit
sejarah tentang Hari Raya Galungan yang dikutip dari ceritadewata.blogspot.com.
Jaman dahulu tersebutlah seorang Raja keturunan Raksasa
yang sangat sakti dan berkuasa bernama Mayadanawa. Dengan kesaktiannya,
Mayadenawa mampu berubah wujud menjadi apa saja. Mayadenawa menguasai
daerah yang luas meliputi Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan. Raja
ini terkenal kejam dan tidak mengijinkan rakyatnya untuk memuja dewa serta
menghancurkan semua pura yang ada. Rakyat tidak berani melawan karena kesaktian Mayadenawa.
Lalu tersebut pula seorang pendeta bernama Mpu
Kulputih. Beliau yang sedih melihat melihat kondisi rakyat akhirnya melakukan
semedi di Pura Besakih memohon petujuk para Dewa untuk mengatasi Mayadenawa.
Dewa Mahadewa kemudian memerintahkan beliau pergi menuju Jambu Dwipa (India)
untuk meminta bantuan. Singkat cerita, bantuan pasukan datang dari India dan
kahyangan untuk memerangi Mayadenawa dipimpin oleh Dewa Indra. Namun Mayadenawa
sudah mengetahui kedatangan pasukan ini berkat banyaknya mata-mata. Perang
dashyat pun terjadi dengan korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Akhirnya pasukan Mayadenawa kocar-kacir dan melarikan
diri meninggalkan sang. Namun Mayadenawa belum mau menyerah begitu saja. Pada
malam hari di saat jeda perang, Mayadenawa diam-diam menyusup ke tempat pasukan
kahyangan dan memberi racun pada sumber air mereka. Agar tidak ketahuan,
Mayadenawa berjalan hanya dengan menggunakan sisi kakinya. Tempat inilah yang
kemudian dikenal dengan Tampak Siring. Pagi harinya, pasukan kahyangan meminum
air dan keracunan. Dewa Indra tahu racun berasal dari sumber air, sehingga
beliau menciptakan mata air baru yang sekarang dikenal dengan Tirta Empul.
Berkat Tirta empul, semua pasukan yang keracunan bisa pulih kembali. Sungai
yang terbentuk dari Tirta Empul kemudian dikenal dengan nama Tukad Pakerisan.
Dewa Indra mengejar Mayadenawa yang nelarikan diri
dengan pembantunya. Dalam pelarian, Mayadenawa sempat mengubah wujudnya menjadi
Manuk Raya (burung besar). Tempatnya berubah wujud sekarang dikenal dengan Desa
Manukaya. Namun Dewa Indra terlalu sakti untuk dikelabui sehingga selalu
mengetahui keberadaan Mayadenawa walopun sudah berubah wujud berkali-kali.
Sampai akhirnya Dewa Indra mampu membunuh Mayadenawa. Darah Mayadenawa mengalir
dan menjadi sungai yang dikenal dengan Tukad Petanu.
Sungai ini konon telah dikutuk. Bila airnya digunakan
untuk mengairi sawah, padi akan tumbuh lebih cepat namun darah akan keluar di
saat panen dan mengeluarkan bau. Kutukan akan berakhir setelah 1000 tahun. Kemenangan
Dewa Indra atas Mayadenawa kemudian menjadi simbol kemenangan kebaikan (Dharma)
melawan kejahatan (Adharma) yang diperingati sebagai Hari Galungan. Pada Hari Raya Galungan, ada tradisi untuk membuat
Penjor. Penjor adalah simbol dari Gunung sekaligus simbol dari keberadaan para
Dewa. Penjor berbentuk seperti umbul-umbul dengan bahan tiang dari bambu dan
hiasan utama janur, padi, kelapa, buah serta hasil-hasil bumi lainnya. Ini
sebagai simbol bahwa semua hasil bumi yang kita nikmati berasal dari Tuhan.
Penjor biasanya dibuat sehari sebelum Galungan.
0 komentar:
Posting Komentar