Selasa, 18 November 2014
Jumat, 12 September 2014
Open Recruitment Fungsionaris FPMHD-Unud
09.19
No comments
Om Swastyastu ..
Berikut Open Recruitment Fungsionaris FPMHD-Unud periode 2014-2015
Bidang-bidang yg diperlukan:
1. Bidang Bina Dharma
2. Bidang Bina Warga
3. Bidang Umum
4. Bidang Usaha dan Dana
5. Bidang Advokasi
6. Bidang Hubungan Informasi dan Jurnalistik
Ngiring ngayah ring forum!
Satyam Eva Jayate!!
DOWNLOAD FORMULIR PENDAFTARAN DISINI!!!
Berikut Open Recruitment Fungsionaris FPMHD-Unud periode 2014-2015
Bidang-bidang yg diperlukan:
1. Bidang Bina Dharma
2. Bidang Bina Warga
3. Bidang Umum
4. Bidang Usaha dan Dana
5. Bidang Advokasi
6. Bidang Hubungan Informasi dan Jurnalistik
Ngiring ngayah ring forum!
Satyam Eva Jayate!!
DOWNLOAD FORMULIR PENDAFTARAN DISINI!!!
Jumat, 01 Agustus 2014
Sloka dalam beberapa kitab suci
07.33
No comments
Upanishad – Mundaka Upanishad: Mundaka 1.2.8-9
अविदयायमअंतरे वर्तमानः स्वयं धीरः पंडितम मन्यमानः | जन्घंयामानानः परियन्ति मुधा अन्धेनैव नीयमाना यथान्धाः ||
avidyayam antare vartamanah svayam dhirah… panditam manyamanaḥ | janghanyamanah pariyanti mudhah… andhenaiva niyamana yathandhah
artinya:
“ketika kebodohan tinggal dalam kegelapan, bijaksana dalam kesombongan mereka sendiri, dan kesombongan dengan pengetahuan yang sia-sia berputar-putar sempoyongan ke sana kemari, seperti orang buta yang dipimpin oleh orang buta”
========================================================================
Udyogaparwa 38. 73-74
Akrodhena jayet krodham, asadhum sadhuna jayet,
jayet kadaryam danena, jayet satyena canrtam
Artinya :
Taklukkanlah kemarahan orang lain tanpa kemarahan, taklukkanlah penjahat dengan kebaikan,
taklukkanlah orang yang kikir dengan sifat saling memberi, taklukkanlah kebohongan dengan kebenaran
=========================================================================
Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
(Nitisastra, Sargah V. bait 3).
Artinya : Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,
karena berbicara engkau mendapat kematian, karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan, dan karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.
अविदयायमअंतरे वर्तमानः स्वयं धीरः पंडितम मन्यमानः | जन्घंयामानानः परियन्ति मुधा अन्धेनैव नीयमाना यथान्धाः ||
avidyayam antare vartamanah svayam dhirah… panditam manyamanaḥ | janghanyamanah pariyanti mudhah… andhenaiva niyamana yathandhah
artinya:
“ketika kebodohan tinggal dalam kegelapan, bijaksana dalam kesombongan mereka sendiri, dan kesombongan dengan pengetahuan yang sia-sia berputar-putar sempoyongan ke sana kemari, seperti orang buta yang dipimpin oleh orang buta”
========================================================================
Udyogaparwa 38. 73-74
Akrodhena jayet krodham, asadhum sadhuna jayet,
jayet kadaryam danena, jayet satyena canrtam
Artinya :
Taklukkanlah kemarahan orang lain tanpa kemarahan, taklukkanlah penjahat dengan kebaikan,
taklukkanlah orang yang kikir dengan sifat saling memberi, taklukkanlah kebohongan dengan kebenaran
=========================================================================
Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
(Nitisastra, Sargah V. bait 3).
Artinya : Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,
karena berbicara engkau mendapat kematian, karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan, dan karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.
Minggu, 06 Juli 2014
Diklat Manajemen Organisasi
16.30
No comments
Om Swastyastu,
Om Santih Santih Santih Om
Info nggih untuk adik-adik semeton FPMHD-Unud yang ingin mengenal forum lebih dekat, Ngiring sarengin nggih kegiatan Diklat Manajemen Organisasi (DMO) yang dilaksanakan pada 19 - 20 Juli 2014.
Bagi adik-adik semeton yang ingin mendaftar, silahkan datang langsung ke sekretariat Forum Jl. SMA 3 No. 7A Denpasar dan hanya dengan mengisi formulir pendaftaran nggih dari tanggal 7 - 12 Juli 2014.
Free pendaftaran, sertifikat dan konsumsi selama kegiatan
Ngiring tingkatkan wawasan kepemimpinan serta kenali forum lebih dekat
Info lebih lanjut hubungi contact person tersebut :D
Satyam eva jayateInfo lebih lanjut hubungi contact person tersebut :D
Om Santih Santih Santih Om
Minggu, 29 Juni 2014
Jumat, 27 Juni 2014
“Sastra Nawa Natya”- 9 Syarat Pemimpin !
02.16
No comments
Sastra Nawa
natya merupakan salah satu Naskah Jawa Kuno dimana didalamnya menyebutkan
tentang tata cara memilih pemimpin yang berintegritas pada rakyat. Dalam ajaran
Hindu pemimpin disebut Raaja. Raaja dalam ajaran Nitisastra artinya dia yang
telah membahagiakan rakyat. Raaja itu bukan Raja yang artinya pengumbar nafsu.
Dalam era demokrasi yang Raaja adalah rakyat pemilih Raaja untuk memilih pemimpin
yang dapat mengurus kepentingan masyarakat luas dan ibarat seperti memilih
bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman kehidupan. Dalam Lontar Nawa Natya
disebutkan, bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah,
bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh
hama penyakit, hijau daunnya, dan tidak mudah layu. Dalam memilih pemimpin
hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga tersebut. Dalam naskah Nawa
Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih
sebagai pemimpin yang disebut Nawa Natya yaitu:
Pradnya Widagda artinya,
bijaksana dan menguasai serta mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang
berilmu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang
terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainya ke dalam otaknya.
Apalagi, ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan
kebingungan. Orang yang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai
alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu belum juga cukup
hanya menjadi alat untuk memeperkuat diri. Ilmu harus mampu diekspresikan
hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai
alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang
demikian itulah yang disebut Pradnya Widadga.
Parama Artha artinya,
orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama artinya, utama atau
mulia dan Artha artinya, tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah, orang yang
dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi
pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti pada Tuhan dan pengabdianya
pada sesama inilah akan membuat mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan.
Inilah cita-cita mulia seperti kehidupan Panca Pandawa.
Wira Sarwa Yudha artinya,
pemberani dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kehidupan tertib
sipil, sikap Wira Sarwa Yudha itu tidak takut menghadapi masalah yang terjadi
dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari
persoalan yang dihadapi dalam pekerjaanya. Setiap persoalan yang timbul
hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat Yadnya. Artinya, melakukan sesuatu
yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab, yang terbaik adalah
sesuatu yang berdasarkan kebenaran, berjalan di jalan kebenaran dan menuju
kebenaran.
Dirotsaha artinya,
teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata Dira artinya teguh
atau tekun dan Utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan terlebih
di zaman Kali dewasa ini tentunya banyak persoalan-persoalan yang tidak begitu
gampang menuntaskanya. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam
berupaya mencari solusi. Keteguhan dan ketekunan ini bukanlah suatu keangkuhan.
Keteguhan dan ketekunan didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan di
sertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memeberikan petunjuk pada mereka
yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran serta rajin menampung
aspirasi rakyat.
Pragi Wakya artinya,
pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin
adalah menyampaikan buah pikiranya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain.
Kalau tidak memiliki kemampuan Pragi Wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada
buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seorang
pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi Wakya akan diperoleh melalui
kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
Sama Upaya artinya,
taat pada janji. Janji itu adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang
pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk
memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh
sembarang berjanji. Setiap janji harus dianalisa secara mendalam bahwa janji
itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha artinya,
orang yang tidak memiliki pamerih pribadi yang sempit. Orang tidak akan
terjebak pada pamerih yang sempit apabila keyakinanya sangat mendalam tentang
kebenaran ajaran Karma Phala. Sebab, hanya perbuatan yang baiklah yang akan
memberikan hasil yang baik. Karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang
baik sesuai dengan Swadharma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra artinya,
tahu mengatasi kerusuhan. Mirip dengan ilmu manajemen krisis dewasa ini.
Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara merupakan
ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus
memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan juga sudah memiliki berbagai
upaya untuk mencegahnya, jadi jika sampai kerusuhan itu muncul, pemimpin sudah
punya konsep untuk mengatasinya.
Wiweka artinya,
kemampuan menganalisa untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar,
mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Selain itu, mampu mengambil sikap
mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dan sebagainya. Hal ini,
tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja. Sikap itu harus dilakukan
melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat, di samping harus ada
bakat.
Kepemimpinan dimata “Hindu”
02.15
No comments
Ke-pemimpin-an,
sepatah kata sederhana yang banyak ditemui pada berbagai lapisan masyarakat.
Apa itu kepemimpian ? Kepemimpinan lebih menitkberatkan kepada kemampuan
seseorang dalam mengkoordinir suatu kelompok orang untuk mencapai sutu tujuan
tertentu. Arti kata yang sangat sederhana dan jika lebih menjelaskan mengenai
subyek yang berperan untuk hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan
menghilangkan imbuhan ke-an pada kepemimpinan kemudian menambahkan awaln pe –
dan terwujudlah kata “PEMIMPIN”. Semudah itukah ??
Kepemimpinan dalam Hindu juga juga
bukan merupakan hal yang baru. Kunci pokok Kepemimpinan adalah mampu
menjalankan swadharmanya sebagai sesorang yang di percayai menjadi pemimpin. Agama
Hindu yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya memiliki banyak konsep
tentang bagaima menjalankan hidup yang baik termasuk bagaimana cara seorang
pemimpin menjalankan kewajiban dalam kepemimpinannya. Konsep kepemimpinan itu
banyak tertulis di weda, lontar-lontar termasuk kekawin Ramayana.
Ajaran kepemimpinan dalam kekawin
Ramayana secara sederhana dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang melakoni kisah
tersebut. Sebagai contoh adalah Prabu Dasaratha yang merupakan wujud dari
ajaran pengendalian diri yaitu pemimpin harus dapat mengendalikan sepuluh
indrianya. Dengan mengendalikan sepuluh indria itu maka baik pikiran,
perkataan, maupun perkataan dapat terarah dan saling bersinergi. Sri Rama putra
pertama dari prabu sang Dasaratha di wujudkan sebagai Dharma. Rama yang di
gambarkan sebagai sosok cerdas, cekatan, dan penuh pengabdian merupakan sosok
yang ideal dalam melaksanakan Dharma dengan segala kebjaksanaannya. kemudian
Kama yang diwujudkan sebagai Laksmana yang menyatakan bahwa cerdas dan cekatan
saja tidak cukup untuk mendukung Dharma, tetapi ada pula Bhakti, cinta kasih
dan kesetiaan. Bhakti adalah artha yang paling mulia yang harus dimiliki oleh
abdi Dharma dan diwujudkan sebagai Bharata. Hal lain yang tidak boleh dilupakan
oleh pemimpin yang ideal adalah keperwiraan atau semangat juang yang tinggi.
Tanpa keperwiraan pemimpin itu tidak akan berbagai bentuk tantangan. Karena,
keberhasilan pemimpin semata-mata ditentukan oleh kemampuan menghadapi dan
mengatasi masalah. Hal tersebut terwujud pada Satrughna. Orang yang mampu dan
berhasil mengatasi tantangan, terutama sifat-sifat jahat dalam diinya adalah
orang yang berhasil mencapai moksa atau kebahagiaan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah
Dewi Sita yang merupakan putri Bhumi, lambang artha/materi, yaitu kemakmuran,
keindahan dan gairah hidup. Sita dapat dipersunting hanya melalui perjuangan
atas dasar Dharma dan untuk menegakkan dharma. Untuk itu perlu bantuan Hanoman
: prana ‘nafas hidup yang suci’.
Sugriwa : wiweka ‘kemampuan
menimbang’ dan Wibisana ; niti ‘
kecerdasan’.
Selain itu, beberapa petikan sloka
berikut dapat menjadi dasar sifat pemimpin yang diharapkan menurut Hindu :
Kadi megha
manghudanaken,
padanira yar
wehaken ikang dana
dinanda
krepana ye wineh
nguni-nguni
dang hyang dang acarya
(kekawin Ramayana I:5)
Artinya :
Bagaikan mendung menjatuhkan hujan, denikian persamaan
sang pemimpin ketika melimpahkan anugerah dana kepada orang miskin, orang yang
sakit, orang yang jompo, terlebih-lebih kepada orang suci, dan pada guru.
Mang satya
ta sira ta sira mojar
ring anakibi
towi tar mresawada
nguni-nguni
yan ri prajana,
priyahita
sojar niratisaya
(Kekawin Ramayana I:6)
Artinya :
Dan sang pemimpin ialah satya wacana, tidak berkata
Bohong kepada perempuan, terlebih-lebih kepada rakyat, tutur kata beliau selalu
menyejukkan hati masyarakat
Kepemimpinan dalam Hindu lebih mengideologikan
Dharma. Dharma yang menjadi poros kepemimpinan Hindu dapat digambarkan ssebagai
berikut : Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan
adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan
kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya,
kemakmuran dan keindahan adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki karakter
mulia yang didasarkan atas Dharma serta menjunjung tinggi rakyatnya maka niscaya
asetiap pemimpin akan dapat menjalankan swadharmanya untuk mencapai kebahagiaan
baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
*) diolah
dari berbagai sumber
Senin, 23 Juni 2014
Baksos FPMHD-Unud
07.53
No comments
Dalam menyambut ulang tahun FPMHD-Unud
yang ke XXII, FPMHD-Unud
menggelar bakti sosial yang dilaksanakan di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Bakti
Sosial ini merupakan acara kedua dari rentetan acara untuk menyambut ulang
tahun FPMHD-Unud. Acara pertama adalah Tirta Yatra ke Nusa Penida. Bakti sosial
yang diadakan pada Hari Sabtu, 21 Juni 2014 terdapat 2 kegiatan yaitu Pengobatan
Gratis dan Penanaman Pohon. Kegiatan Penanaman Pohon dilaksanakan di lapangan
di desa tersebut. Sementara untuk pengobatan gratis dilaksanakan di Kantor Desa
Serangan.
Kedua kegiatan ini dilakukan secara
bersamaan, untuk penanaman pohon dibantu oleh rekan-rekan dari Grafatar
(Gerakan Fajar Nusantara) selain penanaman pohon juga dilakukan mereresik di areal Pura Sakenan yang
didahului dengan kegiatan persembahyangan tentunya. Untuk kegiatan pengobatan gratis
dibantu oleh rekan-rekan dari Tim Bantuan Medis Universitas Udayana, Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit Sanglah, Tim dokter, Puskesmas, dan sponsor.
Menurut Manis selaku Ketua Panitia HUT
FPMHD-Unud, masyarakat yang hadir saat pengobatan gratis ada 60 orang. Selain
itu, acara baksos kali ini berjalan lancar walau ada sedikit masalah sebelum
pelaksanaan pengobatan gratis.
Siapa manis ??? tunggu artikel
berikutnya tentang Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud XXII.
Rabu, 28 Mei 2014
Sejarah Hari Raya Galungan
02.18
No comments
Hari Raya Galungan mempunyai
cerita sendiri dan makna tersendiri bagi setiap individu. Berikut sedikit
sejarah tentang Hari Raya Galungan yang dikutip dari ceritadewata.blogspot.com.
Jaman dahulu tersebutlah seorang Raja keturunan Raksasa
yang sangat sakti dan berkuasa bernama Mayadanawa. Dengan kesaktiannya,
Mayadenawa mampu berubah wujud menjadi apa saja. Mayadenawa menguasai
daerah yang luas meliputi Makasar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan. Raja
ini terkenal kejam dan tidak mengijinkan rakyatnya untuk memuja dewa serta
menghancurkan semua pura yang ada. Rakyat tidak berani melawan karena kesaktian Mayadenawa.
Lalu tersebut pula seorang pendeta bernama Mpu
Kulputih. Beliau yang sedih melihat melihat kondisi rakyat akhirnya melakukan
semedi di Pura Besakih memohon petujuk para Dewa untuk mengatasi Mayadenawa.
Dewa Mahadewa kemudian memerintahkan beliau pergi menuju Jambu Dwipa (India)
untuk meminta bantuan. Singkat cerita, bantuan pasukan datang dari India dan
kahyangan untuk memerangi Mayadenawa dipimpin oleh Dewa Indra. Namun Mayadenawa
sudah mengetahui kedatangan pasukan ini berkat banyaknya mata-mata. Perang
dashyat pun terjadi dengan korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Akhirnya pasukan Mayadenawa kocar-kacir dan melarikan
diri meninggalkan sang. Namun Mayadenawa belum mau menyerah begitu saja. Pada
malam hari di saat jeda perang, Mayadenawa diam-diam menyusup ke tempat pasukan
kahyangan dan memberi racun pada sumber air mereka. Agar tidak ketahuan,
Mayadenawa berjalan hanya dengan menggunakan sisi kakinya. Tempat inilah yang
kemudian dikenal dengan Tampak Siring. Pagi harinya, pasukan kahyangan meminum
air dan keracunan. Dewa Indra tahu racun berasal dari sumber air, sehingga
beliau menciptakan mata air baru yang sekarang dikenal dengan Tirta Empul.
Berkat Tirta empul, semua pasukan yang keracunan bisa pulih kembali. Sungai
yang terbentuk dari Tirta Empul kemudian dikenal dengan nama Tukad Pakerisan.
Dewa Indra mengejar Mayadenawa yang nelarikan diri
dengan pembantunya. Dalam pelarian, Mayadenawa sempat mengubah wujudnya menjadi
Manuk Raya (burung besar). Tempatnya berubah wujud sekarang dikenal dengan Desa
Manukaya. Namun Dewa Indra terlalu sakti untuk dikelabui sehingga selalu
mengetahui keberadaan Mayadenawa walopun sudah berubah wujud berkali-kali.
Sampai akhirnya Dewa Indra mampu membunuh Mayadenawa. Darah Mayadenawa mengalir
dan menjadi sungai yang dikenal dengan Tukad Petanu.
Sungai ini konon telah dikutuk. Bila airnya digunakan
untuk mengairi sawah, padi akan tumbuh lebih cepat namun darah akan keluar di
saat panen dan mengeluarkan bau. Kutukan akan berakhir setelah 1000 tahun. Kemenangan
Dewa Indra atas Mayadenawa kemudian menjadi simbol kemenangan kebaikan (Dharma)
melawan kejahatan (Adharma) yang diperingati sebagai Hari Galungan. Pada Hari Raya Galungan, ada tradisi untuk membuat
Penjor. Penjor adalah simbol dari Gunung sekaligus simbol dari keberadaan para
Dewa. Penjor berbentuk seperti umbul-umbul dengan bahan tiang dari bambu dan
hiasan utama janur, padi, kelapa, buah serta hasil-hasil bumi lainnya. Ini
sebagai simbol bahwa semua hasil bumi yang kita nikmati berasal dari Tuhan.
Penjor biasanya dibuat sehari sebelum Galungan.
Selasa, 20 Mei 2014
Galungan lan Kuningan
06.07
No comments
Om Swastyastu,
Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan lan Kuningan semeton, Dumogi stata ngemolihang kerahayuan ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om
Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan lan Kuningan semeton, Dumogi stata ngemolihang kerahayuan ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om
Sabtu, 03 Mei 2014
Ilmu baru untuk FPMHD Unud “Jurnalistik”
16.56
No comments
Hari
Sabtu, 3 Mei 2014 sore jam 15.30 WITA, FPMHD Unud mendapat pembelajaran dari I
Nengah Muliarta, S.Si,M.Si terkait tentang Jurnalistik. Diskusi yang diikuti
beberapa fungsionaris FPMHD dan Penasehat FPMHD Unud membahas hal-hal terkait
jurnalistik. Hal-hal yang dibahas seperti bagaimana menulis berita, isi berita,
unsur berita, dan beberapa contoh tentang berita yang baik. Diskusi yang
berlangsung selama lebih dari 1 jam ini juga diisi dengan simulasi terkait
bagaimana informasi tentang suatu peristiwa itu bisa berubah arti saat didengar
dari beberapa narasumber. Ada beberapa contoh liputan berita yang diputar saat
diskusi, seperti liputan tumpek landep, liputan satu pura tiga umat dan paket nyepi.
Akhir diskusi diisi dengan beberapa pertanyaan dari fungsionaris tentang
berita, lead, plagiat maupun kebebasan pers. (HIJ).
Senin, 07 April 2014
Dharma Shanti Penyepian III Caka 1936 Universitas Udayana
07.18
No comments
Dharma Shanti Penyepian (DSP) merupakan salah satu program rutin
FPMHD-Unud. DSP adalah wadah kreatifitas
yang khusus dicanangkan oleh Forum Persaudaraan Hindu Dharma Unud untuk
generasi muda hindu yang meliputi adik-adik SMP serta SMA/SMK se-Bali untuk
melestarikan keajegan Bali. DSP warsa 1936 tahun ini merupakan DSP yang ketiga
kalinya dilaksanakan dan tahun ini diketuai oleh I Kadek Slamet (Mahasiswa Fak.
Peternakan Unud angkatan 2012).
Tema DSP tahun 2014
ini adalah “Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”. Melalui kegiatan DSP III ini diharapkan nantinya siswa-siswi SMP dan SMA/SMK se-Bali sebagai generasi muda Hindu dapat mewujudkan keharmonisan umat beragama salah satunya dengan
cara mengukuhkan suatu kepribadian yang berkarakter, berintelektual terhadap
taksu Bali itu sendiri. Dalam kegiatan ini pula, harapan yang diinginkan adalah
terwujudnya siswa-siswi generasi Hindu yang terampil dalam mengekspresikan
ajaran- ajaran agama Hindu dan kebudayaannya dalam sebuah bidang sehingga
generasi muda sekarang tidak jauh meninggalkan kebudayaan atau identitas
sendiri sebagai agama Hindu dan masyarakat Bali sehingga dapat tercapai
keajegan taksu Bali yang diinginkan.
Serangkaian
kegiatan DSP ini meliputi tirta yatra, baksos serta serangkaian lomba untuk
adik-adik SMP dan SMA/SMK se-Bali. Tirta yatra yang telah dilakukan terdiri
atas dua tahap dimana tahap pertama dengan rute Padmasana Kampus Sudirman,
Padmasana Kampus Bukit, Pura Dalem Blembong, Pura Goa Gong dan ditutup dengan
Pura Uluwatu. Titrta yatra tahap kedua terdiri atas Pura Batur, Pura Besakih
dan Pura Goa Lawah. Baksos dilaksanakan dengan kegiatan pembersihan areal
Padmasana Kampus Bukit dan Pura Dalem Blembong sebagai wujud ngayah semeton
forum selain hanya sebagai rentetan dalam rangka kegiatan DSP ini.
Serangkaian
lomba untuk adik-adik SMP dan SMA/SMK se-Bali meliputi lomba Essay tingkat SMP
se-Bali, Lomba Cerdas Cermat, Lomba Kording serta Lomba Fotografi tingkat
SMA/SMK se-Bali. Lomba Essay tingkat SMP se-Bali diikuti oleh 81 Peserta, Lomba
Kording tingkat SMA/SMK se-Bali sebanyak 14 Tim, Lomba Cerdas Cermat tingkat
SMA/SMK se-Bali diikuti oleh 14 Tim serta Lomba Fotografi yang diikuti oleh 12
Peserta.
Jumlah peserta yang mengikuti serangkaian perlombaan dalam kegiatan
Dharma Santi Penyepian III tahun 2014 ini merupakan yang terbanyak
dari kegiatan DSP sebelumnya. Sejumlah piala, uang pembinaan, piagam serta
Piala bergilir Rektor Universitas Udayana telah diserahkan pada masing-masing
juara lomba sebagai bentuk penghargaan dan ucapan selamat atas presetasi
siswa-siswi generasi Hindu dari FPMHD-Unud.
Sabtu, 22 Maret 2014
Tumpek Landep, Bukan Semata-mata Otonan Motor
05.51
1 comment
Tumpek Landep
merupakan hari raya yang tidak asing lagi bagi umat Hindu di Bali. Hari raya
ini jatuh pada Saniscara Keliwon Wuku Landep. Hari raya ini diperingati setiap
6 bulan sekali atau 210 hari. Pada hari
ini umat Hindu biasanya membuat banten/sesajen
yang dihaturkan pada merajan, alat-alat fisik, serta sarana pendukung kegiatan
lainnya.
Secara
filosofis, Tumpek Landep Berasal dari kata Tumpek dan Landep. Tumpek berasal
dari kata tampek yang berarti dekat
dan Landep berarti tajam/lancip. Adapun ketajaman yang dimaksud tersebut
itu layaknya senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti keris, tombak, dan
pedang.
Dalam
perkembangannya, kini perayaan hari raya Tumpek Landep di Bali tidak hanya
mengupacarai benda-benda sakral/pusaka seperti keris dan peralatan
persenjataan, melainkan juga benda-benda lain yang membantu umat manusia dalam
menjalani kehidupan dan mampu memberikan nilai positif terhadapnya. Adapun
benda-benda tersebut yang sering kita lihat diupacarai para hari Tumpek Landep
ini antara lain : motor, mobil, komputer, mesin-mesin, dan benda-benda fisik
lainnya. Sesungguhnya hal ini tidaklah salah, namun pemahaman orang awam di
Bali terkadang sedikit keliru dalam memaknai hari Tumpek Landep ini. Bahkah,
mirisnya lagi tak jarang kita jumpai umat yang bersembahyang di depan mobilnya
di pinggir jalan seakan-akan menTuhankan mobilnya.
Sesungguhnya,
senjata yang paling utama dalam kehidupan ini adalah pikiran, karena pikiranlah
yang mengendalikan semuanya yang ada. Semua yang baik dan yang buruk dimulai
dari pikiran. Maka dari itu dalam perayaan hari Tumpek Landep ini, hal mendasar
dan utama yang semestinya kita harapkan adalah agar senantiasa mampu menajamkan
pikiran lewat kecerdasan dan mengendalikan pikiran lewat pengalaman-pengalaman
yang ada. Jadi, setiap enam bulan sekali umat diingatkan melakukan evaluasi
apakah pikiran sudah selalu dijernihkan atau diasah agar tajam. Sebab, dengan
pikiran yang tajam, umat menjadi lebih cerdas, lebih teliti melakukan analisa, serta
lebih tepat dalam mengambil keputusan.
Penulis
: I Kadek Maryana (Mahasiswa Fak. Pertanian Unud 2011)
Saat ini menjabat sebagai
Koordinator FPMHD Unud
Rabu, 19 Maret 2014
Pura Penataran Agung Ped
19.16
No comments
Di sebuah desa, persisnya di Desa Ped, Sampalan, Nusa Penida, ada sebuah pura yang sangat terkenal di seluruh pelosok Bali. Pura Penataran Agung Ped nama tempat suci itu. Berada sekitar 50 meter sebelah selatan bibir pantai lautan Selat Nusa. Karena pengaruhnya yang sangat luas yakni seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Hingga saat ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual yang paling diminati.
================================================================================
Sumber : www.google.com |
Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Pentaran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan perdebatan yang lama. Kelompok (Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja -- Mangku Lingsir) menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya tentang ''Selayang Pandang Pura Ped'' beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped. Hanya, satu pihak menonjolkan penatarannya. Satu pihak lainnya lebih menonjolkan dalemnya.
Selain itu, beberapa petunjuk yang menyebutkan pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku ''Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped'' yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.
Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal juga sempat kehilangan tiga buah tapel. Ternyata, begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu adalah tiga tapel yang sempat menghilang dari kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk, warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa. Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka. Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hingga akhirnya warga subak bisa menikmati hasil tanaman seperti padi, palawija dan lainnya.
Sesuai kaulnya, warga kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski demikian, hal itu seolah-olah terbantahkan. Karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut adalah Pura Penataran Agung Ped. Terbukti dari kepercayaan warga-warga sekitar saat ini. Walaupun ada yang menyebutkan pura itu dengan sebutan Pura Dalem, yang dimaksud bukanlah Pura Dalem yang merupakan bagian dari Tri Kahyangan (Puseh, Dalem dan Bale Agung). Melainkan Dalem untuk sebutan Raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. ''Dalem atau Raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling,'' katanya.
Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai tempat penyucian.
Mengarah ke baratnya lagi, ada Pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagi pelebaan Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.
Adanya perbaikan-perbaikan yang secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat darurat, tetapi dibuat permanen dengan plesteran semen. Paling tidak, hal itu telah memunculkan kesan kaku bagi pura yang diempon 18 desa pakraman tersebut. Pengemponnya mulai Desa Kutampi ke barat. Adanya sejumlah bangunan-bangunan pura yang dikeramatkan, berdampak pada lingkungan pura. Atmosfer keramat diyakini sudah tercipta sejak awal keberadaan pura tersebut. * baliputra
Sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2006/6/7/bd1.htm
Jumat, 07 Maret 2014
Persembahyangan Hari Raya Saraswati
06.20
No comments
Om Swastyastu,
Info untuk persembahyangan Hari Raya Saraswati besok, dimulai pada pukul 08.00 WITA - selesai ring Padmasana Widya Maha Amrta (Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman). Ngiring sareng2 ngaturang astiti bhakti majeng ring Sang Hyang Aji Saraswati nggih semeton Dumogi sami rahayu
Malam Sastra - dilaksanakan pd hari sabtu malam besok ring Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman dan diisi dengan acara Dharma Wacana dari Ida Pandita Mpu Acharya Nanda dengan Tema "Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Budi pekerti" dimulai pada pukul19.00 WITA - selesai. Kemudian acara dilanjutkan dengan pakemitan.
Banyu Pinaruh - dilaksanakan pada hari minggu pagi pukul 07.00 WITA ring Segara Padang Galak.
Ngiring sarengin serangkaian kegiatan Gema Bakti Saraswati mulai besok nggih semeton Hindu Unud lan alumni forum
Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om
Info untuk persembahyangan Hari Raya Saraswati besok, dimulai pada pukul 08.00 WITA - selesai ring Padmasana Widya Maha Amrta (Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman). Ngiring sareng2 ngaturang astiti bhakti majeng ring Sang Hyang Aji Saraswati nggih semeton Dumogi sami rahayu
Malam Sastra - dilaksanakan pd hari sabtu malam besok ring Padmasana Kampus Universitas Udayana Sudirman dan diisi dengan acara Dharma Wacana dari Ida Pandita Mpu Acharya Nanda dengan Tema "Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Budi pekerti" dimulai pada pukul19.00 WITA - selesai. Kemudian acara dilanjutkan dengan pakemitan.
Banyu Pinaruh - dilaksanakan pada hari minggu pagi pukul 07.00 WITA ring Segara Padang Galak.
Ngiring sarengin serangkaian kegiatan Gema Bakti Saraswati mulai besok nggih semeton Hindu Unud lan alumni forum
Satyam Eva Jayate
Om Santih Santih Santih Om
Sabtu, 22 Februari 2014
Dharma Shanti Penyepian (DSP) III Warsa 1936 Universitas Udayana
05.29
1 comment
Om Swastyastu,
Dharma Shanti
Penyepian atau yang biasa disebut sebagai “DSP” merupakan program kerja tahunan dari Forum Persaudaraan
Mahasiswa Hindu Dharma (FPMHD) Universitas Udayana. DSP merupakan serangkaian
acara untuk memperingati Hari Raya Nyepi warsa 1936 pada tahun 2014 ini.
Serangkaian acara dalam DSP meliputi lomba-lomba untuk SMP dan SMK/SMK se-Bali,
Malam Puncak DSP III Warsa 1936 Universitas Udayana, Tirta Yatra semeton Hindu
serta pelaksanaan Catur Brata Penyepian saat Hari Raya Nyepi berlangsung.
Tema umum yang
diangkat dalam serangkaian kegiatan Dharma Shanti Penyepian (DSP) III pada
tahun ini adalah “Meningkatkan
Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”. Bali yang terkenal akan
taksu-nya baik kebudayaan, agama, spiritual,
dan adat istiadat kini mulai tergerus dengan adanya arus globalisasi dan
kemajuan ipteks yang semakin pesat. Melalui kegiatan ini diharpakan nantinya
akan meningkatkan kesadaran generasi muda Hindu pada khususnya untuk peka
terhadap segala permasalahan yang ada di Bali, meningkatkan kepedulian untuk
melestarikan kebudayaan dan adat istiadatnya sehingga ajeg Bali yang diharapkan
akan tercapai serta terwujudlah Bali yang damai, damai, dan damai.
Adapun lomba-lomba
yang akan dilaksanakan dalam serangkaian kegiatan DSP III Warsa 1936
Universitas Udayana tahun 2014 ini meliputi :
- Pendaftaran
dan Pengumpulan Karya : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
1. Lomba Menulis Essay Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMP Se- Bali
- Tema : “Peran Masyarakat Hindu Dalam
Melindungi dan Menghadapi Perkembangan Pembangunan Bali”
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Dewa : 085 637 492 85
Dein :
081 999 014 866
2. Lomba Koran Dinding Wawasan Keagamaan untuk tingkat SMA/SMK Se-Bali
- Tema : “Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”
- Pendaftaran : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Widiastuti : 085 738 898 619
Wiratama : 085 738 029 321
Krisna Dewi : 087 861 418 620
- Tema : “Realita Kepedulian Generasi Muda Hindu Terhadap Budaya Bali”
- Pendaftaran dan Pengumpulan Karya : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Dewik : 085 739 946 258
Yoshi : 083 114 890 561
- Tema : “Realita Kepedulian Generasi Muda Hindu Terhadap Budaya Bali”
- Pendaftaran dan Pengumpulan Karya : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Dewik : 085 739 946 258
Yoshi : 083 114 890 561
- Tema : ”Meningkatkan Kepedulian Generasi Hindu Terhadap Taksu Bali”
- Pendaftaran : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Eriadi : 085 792 635 416
- Pendaftaran : 24 Februari 2014 s/d 25 Maret 2014
- Keterangan lengkap Silabus dan Formulir Pendaftaran dapat di-unduh pada bagian sisi samping blog
- Keterangan mengenai lomba lebih lanjut dapat menghubungi contact person berikut:
Eriadi : 085 792 635 416
Ayo segera daftar dan ajak teman-teman kalian untuk
ikut berkompetisi dalam lomba ini.
Kami menunggu
partisipasi adik-adik SMP dan
SMA/SMK untuk meramaikan dan memeriahkan serangkaian acara DSP tahun ini.
Peduli, Kritis, Kreatif ! Tunjukkan partisipasimu, Ayo Berkompetisi.
Suksma
Satyam Eva Jayate.
Om Santih Santih
Santih OM
Senin, 03 Februari 2014
Perjalanan Siwaratri FPMHD-Unud
17.42
No comments
Sebelum membahas perjalanan siwaratri yang dilakukan oleh FPMHD-Unud, disini penulis akan memberikan sedikit definisi tentang Siwaratri. Siwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa. Umat Hindu di Bali merayakan Siwaratri yang jatuh pada hari Catur Dasi Krsna paksa bulan Magha (panglong ping 14 sasih Kapitu).
Sesuai dengan rapat pimpinan sebelumnya, telah disepakati bahwa acara siwaratri pada tahun 2014 ini akan mengadakan tirta yatra dengan rute Sekretariat FPMHD - Kampus Unud Sudirman - Pura Watu Klotok - Pura Silayukti. Rombongan yang ikut tirta yatra kali ini terlebih dahulu kumpul di forum mulai pukul 18.00 WITA. Rombongan yang ikut sebanyak 14 orang. Sebelum berangkat, rombongan melakukan persembahyangan di Sekretariat FPMHD pada pukul 7.30 WITA. Selesai di Sekretariat, persembahyangan dilanjutkan ke Kampus Unud Sudirman. Disini rombongan bertemu dengan alumni FPMHD-Unud.
Selesai persembahyangan di Padmasana Kampus Unud Sudirman, Rombongan FPMHD Unud mulai berangkat dengan tujuan pertama ke Pura Watu Klotok. Dalam perjalanan ke Pura Watu Klotok, rombongan sempat membantu orang yang mengalami kempes ban motor. Sesampainya di Pura Watu Klotok pada pukul 23.10 WITA, rombongan melakukan persembahyangan. Rombongan FPMHD Unud menemui beberapa masalah saat melakukan persembahyangan di Pura Watu Klotok ini, seperti kurangnya tempat sampah sehingga menyebabkan sampah berserakan di areal pura.
Setelah selesai persembahyangan di Pura Watu Klotok, perjalanan dilanjutkan ke Pura Silayukti. Sampai di Pura Silayukti, pemedek yang tangkil tidak begitu ramai. Sebagian besar dari penduduk sekitar dan nelayan di sekitaran pelabuhan Padang Bay. Persembahyangan di Pura Silayukti bisa dibilang berjalan lancar dikarenakan pemangku masih siaga di pura walau sudah pukul 01.20 WITA. Selesai persembahyangan di Pura Silayukti, rombongan langsung mengakhiri tirta yatra dengan kembali ke Sekretariat FPMHD-Unud.
Sabtu, 04 Januari 2014
Pulau Seribu Perbedaan
03.23
1 comment
Bali terkenal
dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Pulau Surga, Pulau Dewata, dll. Diantara
sebutan-sebutan tersebut, ada sebutan yang jarang di dengar oleh masyarakat
yaitu Pulau Seribu Perbedaan. Mengapa disebut demikian? Perbedaan sudah melekat
di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat di Bali, perbedaan sudah ada sejak
jaman agama hindu belum masuk ke Bali.
Tata cara pelaksanaan
upacara keagamaan umat hindu di Bali pun berbeda-beda antara satu daerah dengan
daerah yang lainnya. Adat istiadat dan budaya yang sangat banyak dan sama-sama
memiliki keunikan. Mengapa perbedaan sangat kental di Bali? Ini dikarenakan ajaran-ajaran
Hindu masuk ke Bali tidak secara bersamaan. Namun, karena kedinamisan dari
agama Hindu itu sendiri maka ajaran-ajaran tersebut dileburkan ketika Mpu
Kuturan dengan konsep Pura Khayangan Tiga. Meskipun begitu ajaran agama Hindu
dalam menjiwai dan memaknai budaya yang telah ada sebelum agama Hindu masuk ke
Bali.
Ngejot merupakan
kegiatan membagikan makanan kepada tetangga, saudara, sahabat maupun warga
lintas agama. Seperti juga ketika lebaran umat islam membagikan sedikit makanan
yang dibuatnya dalam merayakan hari besarnya. Tradisi ini sudah berlangsung
selama beratus-ratus tahun lamanya. Tradisi ini terjadi di setiap banjar di
Bali, ini merupakan bukti sikap toleransi antar agama yang ada di Bali.
Keharmonisan itu
sebaiknya tetap dipertahankan karena merupakan kunci untuk mencapai
kebahagiaan. Dalam mencapai sebuah keharmonisan dalam agama Hindu ada ajaran
Tri Hita Karana. Tri Hita Karana yaitu Tiga penyebab untuk mencapai
Kesejahteraan, yang terdiri dari Parhyangan (hubungan Manusia dengan Tuhan), Pawongan
(hubungan Manusia dengan Manusia) dan Palemahan (hubungan Manusia dengan
lingkungan).
Dalam Konsep Tri Hita
Karana keharmonisan antara manusia dengan manusia dapat dicapai dengan rasa
toleransi. Toleransi tersebut dilakukan dengan cara saling menghargai dan
menghormati adanya perbedaan. Selain itu menumbuhkan semangat gotong royong
juga sangat penting untuk membentuk masyarakat yang rukun dengan rasa persatuan
yang kuat. Ketika toleransi dan kebersamaan di junjung tinggi sebagai sebuah
nilai dan implementasi maka harapannya adalah tercapainya keharmonisan yaitu “moksartam
jagathita ya ca iti dharma”.
Langganan:
Postingan (Atom)