Minggu, 29 Juni 2014
Jumat, 27 Juni 2014
“Sastra Nawa Natya”- 9 Syarat Pemimpin !
02.16
No comments
Sastra Nawa
natya merupakan salah satu Naskah Jawa Kuno dimana didalamnya menyebutkan
tentang tata cara memilih pemimpin yang berintegritas pada rakyat. Dalam ajaran
Hindu pemimpin disebut Raaja. Raaja dalam ajaran Nitisastra artinya dia yang
telah membahagiakan rakyat. Raaja itu bukan Raja yang artinya pengumbar nafsu.
Dalam era demokrasi yang Raaja adalah rakyat pemilih Raaja untuk memilih pemimpin
yang dapat mengurus kepentingan masyarakat luas dan ibarat seperti memilih
bibit bunga yang akan disemaikan dalam taman kehidupan. Dalam Lontar Nawa Natya
disebutkan, bahwa bibit bunga yang baik untuk disemaikan dalam taman adalah,
bunga yang mekar, indah warnanya, harum baunya, tahan lama, tidak disukai oleh
hama penyakit, hijau daunnya, dan tidak mudah layu. Dalam memilih pemimpin
hendaknya berpedoman pada cara memilih bibit bunga tersebut. Dalam naskah Nawa
Natya digambarkan adanya sembilan syarat bagi seseorang yang dapat dipilih
sebagai pemimpin yang disebut Nawa Natya yaitu:
Pradnya Widagda artinya,
bijaksana dan menguasai serta mahir dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang yang
berilmu bukanlah orang yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi ilmu yang
terdapat dari berbagai buku atau sumber-sumber lainya ke dalam otaknya.
Apalagi, ilmu itu sampai menenggelamkan dirinya ke dalam kesombongan dan
kebingungan. Orang yang berilmu adalah orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai
alat untuk memperkuat eksistensi dirinya sebagai manusia. Ilmu belum juga cukup
hanya menjadi alat untuk memeperkuat diri. Ilmu harus mampu diekspresikan
hingga menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang mampu menjadikan ilmu sebagai
alat untuk memperkuat diri dan mampu menjadikan seseorang bijaksana. Orang yang
demikian itulah yang disebut Pradnya Widadga.
Parama Artha artinya,
orang yang memiliki cita-cita mulia dalam hidupnya. Parama artinya, utama atau
mulia dan Artha artinya, tujuan atau cita-cita. Cita-cita utama adalah, orang yang
dalam mencari sumber hidup dan kehidupan melalui bhakti pada Tuhan dan mengabdi
pada sesama dengan penuh cinta kasih. Dari bhakti pada Tuhan dan pengabdianya
pada sesama inilah akan membuat mereka mendapatkan sumber hidup dan kehidupan.
Inilah cita-cita mulia seperti kehidupan Panca Pandawa.
Wira Sarwa Yudha artinya,
pemberani dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kehidupan tertib
sipil, sikap Wira Sarwa Yudha itu tidak takut menghadapi masalah yang terjadi
dalam melakukan tugas-tugas kepemimpinan. Pemimpin itu jangan lari dari
persoalan yang dihadapi dalam pekerjaanya. Setiap persoalan yang timbul
hendaknya dijadikan kesempatan untuk berbuat Yadnya. Artinya, melakukan sesuatu
yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab, yang terbaik adalah
sesuatu yang berdasarkan kebenaran, berjalan di jalan kebenaran dan menuju
kebenaran.
Dirotsaha artinya,
teguh dan tekun dalam berupaya. Dirotsaha berasal dari kata Dira artinya teguh
atau tekun dan Utsaha artinya berupaya. Dalam tugas-tugas kepemimpinan terlebih
di zaman Kali dewasa ini tentunya banyak persoalan-persoalan yang tidak begitu
gampang menuntaskanya. Sikap yang teguh dan tekun sangat dibutuhkan dalam
berupaya mencari solusi. Keteguhan dan ketekunan ini bukanlah suatu keangkuhan.
Keteguhan dan ketekunan didasarkan pada kuatnya rasa bhakti pada Tuhan dan di
sertai dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memeberikan petunjuk pada mereka
yang teguh dan tekun berusaha untuk menemukan kebenaran serta rajin menampung
aspirasi rakyat.
Pragi Wakya artinya,
pandai menyusun kata-kata dalam pembicaraan. Salah satu tugas seorang pemimpin
adalah menyampaikan buah pikiranya dalam suatu pembicaraan dengan pihak lain.
Kalau tidak memiliki kemampuan Pragi Wakya, pihak lain bisa salah mengerti pada
buah pikiran yang ingin dikomunikasikan. Hal ini akan sangat menghambat seorang
pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya. Pragi Wakya akan diperoleh melalui
kegemaran membaca dan latihan-latihan berbicara.
Sama Upaya artinya,
taat pada janji. Janji itu adalah mahkota yang menentukan wibawa seorang
pemimpin. Taat pada janji adalah salah satu cara bagi seorang pemimpin untuk
memelihara kepercayaan masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin tidak boleh
sembarang berjanji. Setiap janji harus dianalisa secara mendalam bahwa janji
itu akan dapat ditaati. Kepercayaan adalah napas bagi seorang pemimpin.
Lagha Wangartha artinya,
orang yang tidak memiliki pamerih pribadi yang sempit. Orang tidak akan
terjebak pada pamerih yang sempit apabila keyakinanya sangat mendalam tentang
kebenaran ajaran Karma Phala. Sebab, hanya perbuatan yang baiklah yang akan
memberikan hasil yang baik. Karena itu, berkonsentrasilah untuk berbuat yang
baik sesuai dengan Swadharma.
Wruh Ring Sarwa Bhastra artinya,
tahu mengatasi kerusuhan. Mirip dengan ilmu manajemen krisis dewasa ini.
Kerusuhan dalam kehidupan bersama, apalagi dalam suatu wadah negara merupakan
ancaman yang sewaktu-waktu mungkin saja muncul. Seorang pemimpin harus
memperhitungkan semua kemungkinan tersebut dan juga sudah memiliki berbagai
upaya untuk mencegahnya, jadi jika sampai kerusuhan itu muncul, pemimpin sudah
punya konsep untuk mengatasinya.
Wiweka artinya,
kemampuan menganalisa untuk dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar,
mana yang tepat dan mana yang kurang tepat. Selain itu, mampu mengambil sikap
mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting dan sebagainya. Hal ini,
tidak dapat diperoleh hanya dengan membaca buku saja. Sikap itu harus dilakukan
melalui latihan-latihan yang tekun dalam masyarakat, di samping harus ada
bakat.
Kepemimpinan dimata “Hindu”
02.15
No comments
Ke-pemimpin-an,
sepatah kata sederhana yang banyak ditemui pada berbagai lapisan masyarakat.
Apa itu kepemimpian ? Kepemimpinan lebih menitkberatkan kepada kemampuan
seseorang dalam mengkoordinir suatu kelompok orang untuk mencapai sutu tujuan
tertentu. Arti kata yang sangat sederhana dan jika lebih menjelaskan mengenai
subyek yang berperan untuk hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan
menghilangkan imbuhan ke-an pada kepemimpinan kemudian menambahkan awaln pe –
dan terwujudlah kata “PEMIMPIN”. Semudah itukah ??
Kepemimpinan dalam Hindu juga juga
bukan merupakan hal yang baru. Kunci pokok Kepemimpinan adalah mampu
menjalankan swadharmanya sebagai sesorang yang di percayai menjadi pemimpin. Agama
Hindu yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya memiliki banyak konsep
tentang bagaima menjalankan hidup yang baik termasuk bagaimana cara seorang
pemimpin menjalankan kewajiban dalam kepemimpinannya. Konsep kepemimpinan itu
banyak tertulis di weda, lontar-lontar termasuk kekawin Ramayana.
Ajaran kepemimpinan dalam kekawin
Ramayana secara sederhana dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang melakoni kisah
tersebut. Sebagai contoh adalah Prabu Dasaratha yang merupakan wujud dari
ajaran pengendalian diri yaitu pemimpin harus dapat mengendalikan sepuluh
indrianya. Dengan mengendalikan sepuluh indria itu maka baik pikiran,
perkataan, maupun perkataan dapat terarah dan saling bersinergi. Sri Rama putra
pertama dari prabu sang Dasaratha di wujudkan sebagai Dharma. Rama yang di
gambarkan sebagai sosok cerdas, cekatan, dan penuh pengabdian merupakan sosok
yang ideal dalam melaksanakan Dharma dengan segala kebjaksanaannya. kemudian
Kama yang diwujudkan sebagai Laksmana yang menyatakan bahwa cerdas dan cekatan
saja tidak cukup untuk mendukung Dharma, tetapi ada pula Bhakti, cinta kasih
dan kesetiaan. Bhakti adalah artha yang paling mulia yang harus dimiliki oleh
abdi Dharma dan diwujudkan sebagai Bharata. Hal lain yang tidak boleh dilupakan
oleh pemimpin yang ideal adalah keperwiraan atau semangat juang yang tinggi.
Tanpa keperwiraan pemimpin itu tidak akan berbagai bentuk tantangan. Karena,
keberhasilan pemimpin semata-mata ditentukan oleh kemampuan menghadapi dan
mengatasi masalah. Hal tersebut terwujud pada Satrughna. Orang yang mampu dan
berhasil mengatasi tantangan, terutama sifat-sifat jahat dalam diinya adalah
orang yang berhasil mencapai moksa atau kebahagiaan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah
Dewi Sita yang merupakan putri Bhumi, lambang artha/materi, yaitu kemakmuran,
keindahan dan gairah hidup. Sita dapat dipersunting hanya melalui perjuangan
atas dasar Dharma dan untuk menegakkan dharma. Untuk itu perlu bantuan Hanoman
: prana ‘nafas hidup yang suci’.
Sugriwa : wiweka ‘kemampuan
menimbang’ dan Wibisana ; niti ‘
kecerdasan’.
Selain itu, beberapa petikan sloka
berikut dapat menjadi dasar sifat pemimpin yang diharapkan menurut Hindu :
Kadi megha
manghudanaken,
padanira yar
wehaken ikang dana
dinanda
krepana ye wineh
nguni-nguni
dang hyang dang acarya
(kekawin Ramayana I:5)
Artinya :
Bagaikan mendung menjatuhkan hujan, denikian persamaan
sang pemimpin ketika melimpahkan anugerah dana kepada orang miskin, orang yang
sakit, orang yang jompo, terlebih-lebih kepada orang suci, dan pada guru.
Mang satya
ta sira ta sira mojar
ring anakibi
towi tar mresawada
nguni-nguni
yan ri prajana,
priyahita
sojar niratisaya
(Kekawin Ramayana I:6)
Artinya :
Dan sang pemimpin ialah satya wacana, tidak berkata
Bohong kepada perempuan, terlebih-lebih kepada rakyat, tutur kata beliau selalu
menyejukkan hati masyarakat
Kepemimpinan dalam Hindu lebih mengideologikan
Dharma. Dharma yang menjadi poros kepemimpinan Hindu dapat digambarkan ssebagai
berikut : Kearifan dan keteguhan iman adalah hati seorang pemimpin, kecerdasan
adalah otaknya, daya juang atau keperwiraan sebagai badannya, ketrampilan dan
kesehatan adalah anggota badannya, kebajikan dan kelembutan adalah wajahnya,
kemakmuran dan keindahan adalah sebagai hartanya. Dengan memiliki karakter
mulia yang didasarkan atas Dharma serta menjunjung tinggi rakyatnya maka niscaya
asetiap pemimpin akan dapat menjalankan swadharmanya untuk mencapai kebahagiaan
baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
*) diolah
dari berbagai sumber
Senin, 23 Juni 2014
Baksos FPMHD-Unud
07.53
No comments
Dalam menyambut ulang tahun FPMHD-Unud
yang ke XXII, FPMHD-Unud
menggelar bakti sosial yang dilaksanakan di Desa Serangan, Denpasar Selatan. Bakti
Sosial ini merupakan acara kedua dari rentetan acara untuk menyambut ulang
tahun FPMHD-Unud. Acara pertama adalah Tirta Yatra ke Nusa Penida. Bakti sosial
yang diadakan pada Hari Sabtu, 21 Juni 2014 terdapat 2 kegiatan yaitu Pengobatan
Gratis dan Penanaman Pohon. Kegiatan Penanaman Pohon dilaksanakan di lapangan
di desa tersebut. Sementara untuk pengobatan gratis dilaksanakan di Kantor Desa
Serangan.
Kedua kegiatan ini dilakukan secara
bersamaan, untuk penanaman pohon dibantu oleh rekan-rekan dari Grafatar
(Gerakan Fajar Nusantara) selain penanaman pohon juga dilakukan mereresik di areal Pura Sakenan yang
didahului dengan kegiatan persembahyangan tentunya. Untuk kegiatan pengobatan gratis
dibantu oleh rekan-rekan dari Tim Bantuan Medis Universitas Udayana, Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit Sanglah, Tim dokter, Puskesmas, dan sponsor.
Menurut Manis selaku Ketua Panitia HUT
FPMHD-Unud, masyarakat yang hadir saat pengobatan gratis ada 60 orang. Selain
itu, acara baksos kali ini berjalan lancar walau ada sedikit masalah sebelum
pelaksanaan pengobatan gratis.
Siapa manis ??? tunggu artikel
berikutnya tentang Ketua Panitia HUT FPMHD-Unud XXII.
Langganan:
Postingan (Atom)